Klenik di Minangkabau

PALASIK

Palasik menurut cerita, legenda  atau kepercayaan orang Minangkabau adalah sejenis makhluk gaib. Menurut kepercayaan  Minangkabau palasik bukanlah hantu tetapi manusia yang memiliki ilmu hitam tingkat  tinggi. Palasik sangat ditakuti oleh ibu-ibu di di Minangkabau yang memiliki balita  karena makanan palasik adalah anak bayi/balita, baik yang masih dalam kandungan  ataupun yang sudah mati (dikubur), tergantung dari jenis palasik tersebut.

Ilmu palasik dipercayai sifatnya turun-temurun. Apabila orang    tuanya adalah seorang palasik maka anaknya pun akan jadi palasik.

Pada umumnya palasik bekerja dengan melepaskan kepalanya. Ada    yang badan nya yang berjalan mencari makan dan ada pula yang kepala.


Jenis-jenis palasik

Jenis palasik ada bermacam-macam. Menurut jenis makanannya palasik    dapat dibagi sebagai berikut:

* Yang memakan bayi dalam kandungan sehingga bayi tersebut    lahir tanpa ubun-ubun / mati dalam kandungan
* Yang memakan bayi yang masih rapuh sehingga bayi tersebut sering sakit-sakitan    / meninggal
* Yang memakan mayat bayi yang sudah dikubur

Palasik yang lepas kepalanya disebut Palasik Kuduang. Kuduang    artinya terpotong atau buntung. Buntung dalam bahas Minang adalah “kuduang”.

Ini ada sepenggal cerita tentang Palasik....

Andi begitu bahagia ketika tangis bayi melengking dari balik    bilik di sebuah klinik. Yah istrinya yang baru saja berjuang hidup mati, telah    melahirkan anak pertamanya. Tapi, kebahagiaan itu seketika sirna, setelah setahun    kemudian anaknya mengalami sakit, sesaat setelah seorang wanita tua menyapa.

Kalau seorang bayi sakit merupakan hal yang wajar. Daya tahan    tubuh yang belum stabil menjadi salau satu pemicunya. Tapi itu tak berlangsung    lama, setelah dibawa ke dokter, tak sampai 1 minggu bayi akan sembuh. Tapi yang    dialami anak Andi tak begitu. Sakit yang diderita anaknya tak kunjung sembuh    setelah 1 bulan. Tak hanya dokter, orang pintar dan tabib pun dikunjunginya,    namun penyakit yang diderita sang anak tak jua sembuh.

Suhu badan anaknya tinggi, badan menjadi kurus, kulit mengeriput    dan terus mengeluarkan kotoran dari matanya. Cukup menyedihkan. Sementara dokter    yang menanganinya sudah angkat tangan untuk mengobatinya. Akhirnya, dengan kondisi    lemah, anaknya meninggal dunia. Menurut para tetangga dimana tempat Andi menetap,    anaknya terkena palasik.

Palasik sangat tenar di masyarakat Minang Kabau, Sumatera Barat.    Masyarakatnya meyakini, bayi yang terkena palasik sangat sulit diobati, namun    bukan tak ada penangkalnya.

Palasik merupakan sebutan seorang kanibal, yang memiliki kegemaran    memakan daging dan tulang orang mati. Wujudnya seperti manusia biasa, hanya    saja memiliki perangai yang aneh.

Menurut kepercayaan masyarakat, jika seorang wanita yang sedang    menggendong bayi bertemu dengan palasik, sebaiknya jangan dijauhi, malah sebaliknya,    ambil tangan palasik dan katakan "Ini cucumu atau Ini anakmu".    Dan ciri umum palasik, tak memiliki parit di atas bibirnya.

Seorang bayi bisa jatuh sakit, hanya dengan tatapan palasik    saja. Dan kalau tidak segera diobati orang pintar, tak tertutup kemungkinan    anak tersebut meninggal dunia. Diyakini juga, ketika anak tersebut meninggal    dunia, dan kemudian dikubur, palasik akan mencuri anak tersebut untuk disantap.

Dizaman modern seperti sekarang ini ,masih patutkah ilmu palasik dipercayai keberadaannya ?


Gasiang Tangkurak dan Sijundai

Gasiang tangkurak . Jenis gasiang  yang biasa difungsikan sebagai media untuk menyakiti dan menganiaya orang lain  secara magis. Gasiang tingkurak bentuknya mirip dengan gasiang seng yang pipih,  tetapi bahannya dari tengkorak manusia. Gasiang seperti ini hanya bisa dimainkan  oleh dukun, orang yang memiliki kemampuan magis. Sambil memutar gasiang, dukun  membacakan mantra-mantra. Pada saat yang sama, orang yang menjadi sasaran akan  merasakan sakit, gelisah dan melakukan tindakan layaknya orang sakit jiwa.

Misalnya,  berteriak-teriak, menarik-narik rambut, dan yang paling popular- memanjat dinding.  Pekerjaan ini biasanya dilakukan pada malam hari. Bila dukun bisa mempengaruhi  korbannya, maka korban akan berjalan menemui dukun atau orang lain yang meminta  dukun melakukan hal demikan. Di antara isi mantra dukun itu berbunyi, jika  korban sedang tidur suruh ia bangun, kalau sudah bangun suruh duduk, jika duduk  suruh berjalan, berjalan untuk menemui si anu.... Penyakit magis yang disebabkan  oleh gasing tangkurak ini lazim disebut Sijundai .

Ilmu magis yang memanfaatkan gasiang tingkurak untuk menimbulkan    penyakit sijundai merupakan ilmu jahat yang dijalankan melalui persekutuan dengan    syetan. Ilmu ini beredar luas dan dikenal oleh masyarakat di pedesaan Minangkabau    pada umumnya. Hal ini misalnya terlihat pada popularitas lagu Gasiang Tangkurak    ciptaan Syahrul Tarun Yusuf dinyanyikan oleh Elly Kasim, seorang penyanyi Minang    legendaris.

Gasiang tangkurak biasanya digunakan membalas dendam. Seseorang    datang kepada sang dukun untuk menyakiti seseorang dengan sejumlah bayaran.    Ukuran harga yang lazim digunakan adalah emas. Sebagai syarat pengobatan, biasanya    dukun meminta emas dalam jumlah tertentu sebagai tanda, bukan upah. Tanda ini    akan dikembalikan jika sang dukun gagal dalam menjalankan tugasnya. Tetapi kalau    ia berhasil, maka uang tanda ini diambil, dan pemesan harus menambahnya dengan    uang jasa.

Selain untuk menyakiti, ada dukun tertentu yang menggunakan    gasiang tingkurak untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh hal-hal magis.    Yang lainnya, gasiang sering juga dipakai sebagai media untuk mensugesti orang    lain menjadi tertarik pada diri kita. Ilmu terakhir ini biasa disebut Pitunang    .

Sesuai dengan namanya, bahan utama gasiang tingkurak adalah    tengkorak manusia yang sudah meninggal. Gasiang ini hanya bisa dibuat oleh orang    yang memiliki ilmu batin tertentu. Pada berbagai daerah terdapat beberapa perbedaan    menyangkut bahan tengkorak yang lazim dan paling baik digunakan sebagai bahan    pembuat gasing tangkurak. Pada beberapa daerah, tengkorak yang biasa digunakan    adalah tengkorak dari seseorang yang mati berdarah.

Daerah yang lain lebih menyukai    tengkorak dari orang yang memiliki ilmu batin yang tinggi khususnya untuk pengobatan,    sedangkan daerah yang lain lagi percaya bahwa tengkorak dari wanita yang meninggal    pada saat melahirkan merupakan bahan paling baik. Bahkan pada daerah tertentu,    seorang informan menyebutkan bahwa tengkorak yang paling baik adalah tengkorak    anak-anak yang telah disiapkan sejak kecil. Anak itu dibawa ke tempat yang sunyi,    kemudian dipancung. Tengkorak yang masih berdarah itulah yang dijadikan bahan    untuk gasiang tengkorak.

Bagian tengkorak yang digunakan adalah pada bagian jidat. Pada    hari mayat dikuburkan, dukun pembuat mendatangi kuburan, menggali kubur dan    mayatnya dilarikan. Tengkorak yang diambil adalah pada bagian jidat, karena    dipercaya pada bagian inilah terletak kekuatan magis manusia yang meninggal.    Ukuran tengkorak yang diambil tidak terlalu besar, kira-kira 2 X 4 cm. Saat    mengambil tengkorak mayat, dukun membaca mantra khusus sambil menyebut nama    si mayat.

Setelah diambil, jidat itu dilubangi dua buah di bagian tengahnya.    Saat terbaik untuk membuat lobang adalah pada saat ada orang yang meninggal    di kampung tempat pembuat gasiang berdomisili. Saat demikian dipercaya akan    memperkuat daya magis gasiang. Kemudian pada kedua lubang itu dimasukkan benang    pincono, atau benang tujuh ragam. Gasiang dan benang itu kemudian diperlakukan    secara khusus sambil memantra-mantrainya. Gasiang itulah kemudian yang digunakan    untuk menyakiti orang.

Ada lagi jenis gasiang lain, yang fungsinya hampir sama dengan    gasiang tingkurak. Gasiang ini terbuat dari limau puruik ( Citrus hystrix )    dari jenis yang jantan dan agak besar. Pada limau itu dibacai mantra-mantra.    Limau purut ditaruh di atas batu besar, kemudian dihimpit dengan batu besar    yang lain. Batu itu sebaiknya berada di tempat terbuka yang disinari cahaya    matahari sejak pagi hingga petang. Sebelum dihimpit dengan batu, dibacakan mantra.    Limau dibiarkan hingga kering benar, setelah itu baru dibuat lobang ditengahnya.    Ke dalam lobang itu digunakan banang pincono, atau benang tujuh warna.

Gasiang jenis ini biasanya dipakai untuk masalah muda-muda dan    pengobatan. Pemakaian gasiang ini menggunakan perhitungan waktu tertentu yang    didasarkan pada pembagian waktu takwim. Untuk kepentingan muda-mudi, waktu yang    lazim dipakai adalah waktu Zahrah, sedangkan untuk pengobatan dilakukan pada    waktu Syamsu. Untuk tujuan baik, tidak ada pantangan saat menggunakan gasiang.    Tetapi untuk hal yang jahat, maka pengguna harus menghindari seluruh hal yang    berkaitan dengan jalan Tuhan harus dihindari.

Urang Solok mamakan siriah
Duduak bajuntai di pamatang
Kok indak talok dek pakasiah
 Iko sijundai nan kadatang ,

lah lapuak lapiak nan diateh    lantai
dibawah lapiak banyak kapindiang
kok dicaliak urang kanai sijundai
karajonyo mamanjek dindiang

karupuak sanjai dibao dalam    katidiang
dijujuang urang sampai ka sungai tanang
kanai sijundai dapek mamanjek dindiang
tantu labiah santiang mamajek batang pinang

uok jariang jo uok patai
nan katigo pucuak japan
jikok takuik kanai sijundai
jan baranti mambaco alquran

0 comments:

Posting Komentar