Management Logistik Bencana Alam

Secara geografis dan struktur geologi, Indonesia terletak pada kawasan rawan bencana, baik bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, badai, tsunami, kebakaran hutan dan lahan, maupun bencana non alam seperti kegagalan teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah penyakit. Untuk menanggulangi bencana, Pemerintah telah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat nasional dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat daerah.

Logistik mempunyai peran penting dalam upaya penanggulangan bencana, terutama pada saat prabencana, kesiapsiagaan, dan respon penanganan bencana, untuk dapat memastikan tujuh tepat, yaitu: (1) tepat jenis bantuan barang; (2) tepat kuantitas; (3) tepat kualitas; (4) tepat sasaran; (5) tepat waktu; (6) tepat pelaporan; dan (7) tepat biaya. Pengelolaan logistik yang efektif, efisien, dan andal menjadi faktor penting dalam penanggulangan bencana.

Bencana dan tindakan destruktif menuntut upaya logistik yang lebih tinggi dalam hal pengetahuan dan biaya karena kejadian bencana mendadak memerlukan respon yang sangat cepat di daerah-daerah yang hancur. Berbagai jenis bencana perlu dikelola dengan cara pendekatan solusi yang berbeda. Logistik adalah unsur yang paling penting dalam setiap upaya bantuan kemanusiaan atau bantuan bencana dan bagaimana cara kita mengelola logistik bantuan kemanusiaan akan  menentukan apakah operasi penanggulangan bencana tersebut sukses atau gagal (Van Wassenhove, 2006). Namun demikian, logistik juga menjadi aktivitas yang paling mahal dari setiap bantuan bencana. Berdasarkan studi, diperkirakan bahwa biaya logistik untuk penanggulangan bencana sekitar 80% dari total biaya dalam bantuan bencana (Van Wassenhove, 2006).

Manajemen logistik untuk penanggulangan bencana dikenal dengan logistik kemanusiaan (humanitarian logistics) atau sering disebut juga dengan logistik bantuan kemanusiaan. Logistik kemanusiaan merupakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian aliran bantuan kemanusiaan secara efisien, hemat biaya dan penyimpanan bantuan kemanusiaan serta informasi terkait, dari titik asal ke titik konsumsi untuk tujuan mengurangi penderitaan korban bencana (Thomas dan Kopczak, 2005).

Dalam konteks bencana, tentu penting untuk memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan yang efisien dan efektif, sehingga kebutuhan jenis bantuan kemanusiaan yang sesuai dan relawan dapat mencapai ke lokasi korban dengan cepat dan tepat. Optimalisasi kinerja logistik bantuan kemanusiaan mensyaratkan bahwa semua hubungan antara pihak atau pelaku yang terlibat dalam penanggulangan bencana dikelola melalui pendekatan terpadu secara efisien dan efektif dalam mengkoordinasikan kinerja antar-organisasi, menghilangkan redundansi, dan memaksimalkan efisiensi seluruh rantai pasok darurat.

Lingkup Logistik Bantuan Kemanusiaan
Manajemen bencana sering digambarkan sebagai proses yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
(1) mitigasi; (2) persiapan; (3) respon; dan (4) rekonstruksi.

Keempat tahapan itu merupakan siklus manajemen bencana. Fokus pada logistik dan manajemen rantai pasokan, proses yang melibatkan logistik terutama menyangkut persiapan, respon, dan rekonstruksi secara bersama-sama merupakan aliran logistik kemanusiaan.

Tahapan mitigasi mengacu pada identifikasi dan sistem hukum, sosial, dan infrastruktur untuk mengurangi dampak risiko bencana. Mitigasi bencana berhubungan dengan tanggung jawab pemerintah dan tidak melibatkan partisipasi langsung logistik.

Tahapan persiapan mengacu pada berbagai operasi yang terjadi selama periode sebelum bencana terjadi. Tahap ini menggabungkan berbagai strategi yang memungkinkan pelaksanaan respon operasional penanggulangan bencana yang sukses. Tahapan ini sangat penting karena untuk menghindari konsekuensi kemungkinan bencana. Tahapan ini juga mencakup upaya yang dibuat dan pengalaman dalam beradaptasi dari kejadian bencana di masa lalu sehingga dapat memenuhi tantangan baru.

Tahapan respon mengacu pada berbagai operasi yang langsung diimplementasikan setelah bencana terjadi. Pada tahap respon, koordinasi dan kolaborasi antara semua pihak yang terlibat dalam darurat bantuan kemanusiaan perlu dilakukan. Tahapan ini memiliki dua tujuan utama (Cozzolino et al, 2012), yaitu:

Tujuan pertama adalah untuk segera merespon dengan mengaktifkan jaringan sementara atau jaringan darurat;
Tujuan kedua adalah untuk mengembalikan dalam waktu sesingkat mungkin layanan dasar dan pengiriman barang ke penerima bantuan bencana;.
Tahap rekonstruksi mengacu pada operasi yang berbeda setelah terjadinya bencana. Tahapan ini melibatkan rehabilitasi dan bertujuan untuk mengatasi masalah dampak bencana dari perspektif jangka panjang. Efek dari bencana dapat terus berdampak untuk jangka waktu yang panjang dan memiliki konsekuensi parah pada penduduk yang terkena bencana.

Dalam penanggulangan bencana, logistik memainkan peran penting. Logistik memberikan layanan antara kesiapsiagaan dengan penanggulangan bencana, antara pengadaan dan distribusi bantuan kemanusiaan dengan peralatan, antara BNPB dengan BPBD, dan logistik juga memainkan peran penting dalam efektivitas dan tanggap dalam hampir semua program bantuan kemanusiaan, seperti: kesehatan, makanan, shelter, air, dan sanitasi.

Logistik Penanggulangan Bencana
Logistik bantuan kemanusiaan mencakup beberapa aktivitas dan melibatkan banyak pihak, mulai dari aktivitas persiapan, perencanaan, pengadaan, transportasi & distribusi, penyimpanan, tracking, dan pelalubeaan (customs clearance). Umumnya para pihak yang terlibat dalam serangkaian aktivitas rantai pasok bantuan kemanusian, antara lain:

Donor dari dalam negeri maupun luar negeri, donor dari pemerintah, perusahaan, warga, maupun NGO.
NGO nasional, PMI, dan BNPB/BPBD.
Penyedia jasa transportasi: darat, udara, laut, sungai, dan kereta api.
Penyedia jasa pergudangan.
Perusahaan pengurusan jasa transportasi (freight forwarding).
Bea cukai.
Penerima bantuan.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 13 Tahun 2008 tentang Pedoman Manajemen Logistik dan Peralatan Penanggulangan Bencana telah menetapkan bahwa proses manajemen logistik dalam penanggulangan bencana ini meliputi delapan tahapan sebagai berikut:



Perencanaan kebutuhan bantuan kemanusiaan.

Pengadaan dan penerimaan bantuan kemanusiaan.
Pergudangan dan/atau penyimpanan bantuan kemanusiaan.
Perencanaan pendistribusian bantuan kemanusiaan.
Pengangkutan bantuan kemanusiaan.
Penerimaan bantuan kemanusiaan di tujuan.
Penghapusan bantuan kemanusiaan.
Pertanggungjawaban.
Pemahaman terhadap manajemen rantai pasok merupakan hal penting dalam mengelola logistik bantuan kemanusiaan. Delapan tahapan manajemen logistik bantuan kemanusiaan tersebut dilaksanakan secara keseluruhan menjadi satu sistem terpadu.
Perencanaan Kebutuhan Bantuan Kemanusiaan
Proses perencanaan kebutuhan dalam manajemen logistik penanggulangan bencana merupakan langkah awal untuk mengetahui bantuan apa yang dibutuhkan, siapa yang membutuhkan, serta di mana, kapan, dan bagaimana cara menyampaikan kebutuhan tersebut. Kegiatan perencanaan kebutuhan ini memerlukan ketelitian dan kemampuan untuk mengetahui secara pasti kondisi korban bencana yang akan ditanggulangi.

Pengadaan dan Penerimaan Bantuan Kemanusiaan

Pengadaan merupakan kegiatan penting dalam mendapatkan material bantuan kemanusiaan dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan dalam penanggulangan bencana secara tepat jenis barang, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat waktu, tepat harga, dan pelaksanaan prosedur. Selain itu, pengadaan juga menjadi isu penting dalam kepatuhan pada peraturan dengan harga yang paling efisien.

Proses pengadaan dan penerimaan bantuan untuk penanggulangan bencana dimulai dari pencatatan atau inventarisasi termasuk kategori bantuan kemanusiaan, dari mana bantuan diterima, kapan diterima, apa jenis bantuannya, seberapa banyak jumlahnya, bagaimana cara menggunakan atau mengoperasikan bantuan kemanusiaan yang disampaikan, apakah ada permintaan, dan  untuk siapa bantuan kemanusiaan ini ditujukan.

Pergudangan dan Penyimpanan Bantuan Kemanusiaan

Proses penyimpanan dan pergudangan dimulai dari data penerimaan bantuan yang diserahkan kepada unit pergudangan dan penyimpanan disertai dengan berita acara dan bukti penerimaan bantuan kemanusiaan.

Pencatatan data penerimaan antara lain meliputi jenis barang bantuan apa saja yang dimasukkan ke dalam gudang, berapa jumlahnya, bagaimana keadaannya, siapa yang menyerahkan, siapa yang menerima, cara penyimpanan menggunakan metode barang yang masuk terdahulu dikeluarkan pertama kali atau FIFO (first-in first-out) dan/atau menggunakan metode LIFO (last-in first-out).

Perencanaan Pendistribusian Bantuan Kemanusiaan

Dalam perencanaan pendistribusian bantuan ini dilakukan pendataan: siapa saja yang akan menerima bantuan, prioritas bantuan kemanusiaan yang diperlukan, kapan waktu penyampaian, lokasi, cara penyampaian, alat transportasi yang digunakan, siapa yang bertanggung jawab atas penyampaian tersebut.

Pengangkutan
Berdasarkan data perencanaan pendistribusian, maka dilaksanakan pengangkutan. Data yang dibutuhkan untuk pengangkutan adalah: jenis bantuan kemanusiaan yang diangkut, jumlah, tujuan, siapa yang bertanggung jawab dalam keamanan perjalanan, dan siapa yang bertanggung jawab menyampaikan kepada penerima.

Penerimaan Bantuan Kemanusiaan di Tempat Tujuan
Aktivitas yang harus dilaksanakan dalam penerimaan bantuan di tempat tujuan adalah:
Mencocokkan antara data di manifest pengangkutan dengan jenis bantuan yang diterima.
Memeriksa kembali: jenis, jumlah, berat, dan kondisi bantuan.
Mencatat tempat pemberangkatan, tanggal waktu kedatangan, sarana transportasi, pengirim, dan penerima bantuan.
Membuat berita acara serah terima dan bukti penerimaan.
Pertanggungjawaban
Seluruh proses manajemen logistik bantuan kemanusiaan yang telah dilaksanakan harus dibuat pertanggungjawabannya. Pertanggungjawaban penanggulangan bencana, baik keuangan maupun kinerja, dilakukan pada setiap tahapan proses dalam bentuk laporan dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi.

Protokol Manajemen Logistik Bantuan Kemanusiaan
Secara geografis dan struktur geologi, Indonesia terletak pada kawasan rawan bencana, yang memerlukan sistem penanggulangan bencana untuk dapat meminimalkan dampak kerusakan dan kerugian dari bencana tersebut. BNPB mencatat bahwa pada tahun 2014 terdapat 1.967 kejadian bencana di Indonesia. Sebagian besar bencana yang terjadi di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi. Bencana hidrometeorologi selalu terjadi lebih dari 90,5%, dengan korban akibat bencana: 622 jiwa meninggal dan hilang, serta 2,8 juta jiwa menderita dan mengungsi.  Sementara, kerusakan rumah akibat bencana tahun 2014: 6.387 unit rumah rusak akibat bencana banjir, 689 unit rumah rusak akibat gempa bumi, 17.833 rumah rusak akibat letusan gunung api, dan 100 unit rusak akibat kebakaran hutan dan lahan.

Logistik memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan bencana terutama pada saat prabencana, kesiapsiagaan, dan respon penanganan bencana. Pengelolaan logistik yang efektif, efisien, dan andal menjadi faktor penting dalam penanggulangan bencana. Logistik penanggulangan bencana perlu melibatkan banyak pihak untuk mengurangi risiko dampak bencana. Sinergi dan kolaborasi dari pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan perusahaan swasta di sektor penyedia jasa logistik perlu dibangun. Pemanfaatan seluruh kapasitas dan kapabilitas BUMN sektor logistik dapat dilakukan pada setiap tahapan proses logistik penanggulangan bencana, mulai dari prabencana, darurat, dan pascabencana. 

Salah satu BUMN sektor logistik yang dapat dimanfaatkan peran dan kapabilitasnya adalah Pos Indonesia. Ketersebaran dan keterjangkauan kantor-kantor pos di seluruh penjuru nusantara, yang menghubungkan antara jaringan fisik kantor pos sebagai hub atau node dengan moda transportasi dan sistem teknologi informasi, memungkinkan kantor pos dapat secara cepat menginformasikan kebutuhan bantuan kemanusiaan, infrastrutur transportasi, dan tempat penyimpanan yang dapat digunakan; jalur, moda, dan kapasitas transportasi yang tersedia,  dan pola distribusi bantuan kemanusiaan yang efektif.

Kantor pos sebagai point of service penerimaan bantuan kemanusiaan (baik berupa paket bantuan kemanusiaan maupun uang) dari masyarakat/donor. Pos Indonesia memiliki 4.076 kantor pos dan >35.000 point of sales yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kantor pos sebagai warehouse yang mengelola pergudangan dan distribusi logistik bantuan kemanusiaan di lokasi-lokasi wilayah rawan bencana sebagai bentuk kesiapsiagaan untuk merespon penanggulangan bencana secara cepat dan tepat. Pos Indonesia dapat menjadi mitra utama BNPB dan Badan Daerah Penanggulangan Bencana (BDPB) dalam pengelolaan logisitik penanggulangan bencana yang menjadi bagian protokol sistem penanggulangan bencana.


Indonesia Dikelilingi “RING of FIRE”

Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik (bahasa Inggris : Ring of Fire) adalah daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Daerah ini berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 km. Daerah ini juga sering disebut sebagai sabuk gempa Pasifik.

Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini. Daerah gempa berikutnya (5–6% dari seluruh gempa dan 17% dari gempa terbesar) adalah sabuk Alpide yang membentang dari Jawa ke Sumatra, Himalaya, Mediterania hingga ke Atlantika.




PETA GEMPA SULAWESI , SEPTEMBER 2018

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia karena Indonesia merupakan negara yang dilalui oleh ring of fire dari ujung hingga ke ujung lainnya.
Ring of fire merupakan jalur seismik yang sangat panjang, yang membentang dari tenggara Australia hingga barat daya AS. Pada jalur tersebutlah banyak terjadi aktivitas seismik yang memicu aktivitas gunung api, serta tsunami. Aktivitas seismik adalah bukti adanya deformasi lempeng tektonik, baik sebagai jejak maupun prolog. Ring of fire atau biasa disebut cincin api pasifik terbentuk akibat adanya pergeseran lempeng yang sangat besar.


Di Indonesia, gunung api yang membentuk ring of fire tersebut termasuk dalam 3 jalur pegunungan (sirkum), yaitu sirkum mediterania, sirkum pasifik, dan sirkum lingkar australia.

Sirkum Mediterania
a. Jalur busur dalam (inner arc):
Bersifat vulkanik aktif
Berderet mulai dari Kep.Andaman (barat Sumatera), Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, alor, Wetar sampai Laut Banda.

b. Jalur gunung api busur luar (outer arc)
 Bersifat nonaktif.
Berderet mulai dari P.Simeulue, Nias, Batu, Mentawai, Enggano, pegunungan yang tenggelam dan muncul kembali di Pulau Sawu, Rote, Timor, Leti, Sermata, Buru, dan pulau2 kecil di sekitarnya.

Sirkum Pasifik
Berderet melalui Sulawesi Utara, yaitu G.Lokon, Soputan, Klabat, bersambung ke Kep.Sangir, Talaud, Tidore, Ternate, serta Lampobatang (Sulawesi Selatan).
Sirkum Lingkar Australia
Berderet di bagian ‘ekor’ sampai ‘kepala’ burung Irian dan berakhir di P.Halmahera dan sekitarnya.

sumber