Tampilkan postingan dengan label History. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label History. Tampilkan semua postingan

April Mop: Hari Dimana Umat Islam Dibantai

Maret akan segera usai. Bulan April menjelang. Ada suatu kebiasaan jahiliah yang patut kita waspadai bersama sebagai seorang Muslim; 1 April sebagai hari April Mop. April Mop sendiri adalah hari di mana orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Tapi tahukah Anda apakah April Mop itu sebenarnya?

Sejarah April Mop

Sebenarnya, April Mop adalah sebuah perayaan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib yang dilakukan lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan belaka.

Biasanya orang akan menjawab bahwa April Mop—yang hanya berlaku pada tanggal 1 April—adalah hari di mana kita boleh dan sah-sah saja menipu teman, orangtua, saudara, atau lainnya, dan sang target tidak boleh marah atau emosi ketika sadar bahwa dirinya telah menjadi sasaran April Mop. Biasanya sang target, jika sudah sadar kena April Mop, maka dirinya juga akan tertawa atau minimal mengumpat sebal, tentu saja bukan marah sungguhan.

Walaupun belum sepopuler perayaan tahun baru atau Valentine's Day, budaya April Mop dalam dua dekade terakhir memperlihatkan kecenderungan yang makin akrab di masyarakat perkotaan kita. Terutama di kalangan anak muda. Bukan mustahil pula, ke depan juga akan meluas ke masyarakat yang tinggal di pedesaan. Ironisnya, masyarakat dengan mudah meniru kebudayaan Barat ini tanpa mengkritisinya terlebih dahulu, apakah budaya itu baik atau tidak, bermanfaat atau sebaliknya.

Perayaan April Mop berawal dari suatu tragedi besar yang sangat menyedihkan dan memilukan? April Mop, atau The April's Fool Day, berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tahun 1487 M, atau bertepatan dengan 892 H.

Sejak dibebaskan Islam pada abad ke-8 M oleh Panglima Thariq bin Ziyad, Spanyol berangsur-angsur tumbuh menjadi satu negeri yang makmur. Pasukan Islam tidak saja berhenti di Spanyol, namun terus melakukan pembebasan di negeri-negeri sekitar menuju Perancis. Perancis Selatan dengan mudah dibebaskan. Kota Carcassone, Nimes, Bordeaux, Lyon, Poitou, Tours, dan sebagainya jatuh. Walaupun sangat kuat, pasukan Islam masih memberikan toleransi kepada suku Goth dan Navaro di daerah sebelah barat yang berupa pegunungan. Islam telah menerangi Spanyol.

Karena sikap para penguasa Islam yang begitu baik dan rendah hati, banyak orang-orang Spanyol yang kemudian dengan tulus dan ikhlas memeluk Islam. Muslim Spanyol bukan saja beragama Islam, namun sungguh-sungguh mempraktikkan kehidupan secara Islami. Tidak saja membaca Al-Qur'an, namun bertingkah-laku berdasarkan Al-Qur'an. Mereka selalu berkata tidak untuk musik, bir, pergaulan bebas, dan segala hal yang dilarang Islam. Keadaan tenteram seperti itu berlangsung hampir enam abad lamanya.

Selama itu pula kaum kafir yang masih ada di sekeliling Spanyol tanpa kenal lelah terus berupaya membersihkan Islam dari Spanyol, namun selalu gagal. Maka dikirimlah sejumlah mata-mata untuk mempelajari kelemahan umat Islam Spanyol.

Akhirnya mereka menemukan cara untuk menaklukkan Islam, yakni dengan pertama-tama melemahkan iman mereka melalui jalan serangan pemikiran dan budaya. Maka mulailah secara diam-diam mereka mengirimkan alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah Spanyol. Musik diperdengarkan untuk membujuk kaum mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari daripada membaca Al Qur'an. Mereka juga mengirimkan sejumlah ulama palsu untuk meniup-niupkan perpecahan ke dalam tubuh umat Islam Spanyol. Lama-kelamaan upaya ini membuahkan hasil.

Akhirnya Spanyol jatuh dan bisa dikuasai pasukan salib. Penyerangan oleh pasukan salib benar-benar dilakukan dengan kejam tanpa mengenal peri kemanusiaan. Tidak hanya pasukan Islam yang dibantai, tetapi juga penduduk sipil, wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua. Satu-persatu daerah di Spanyol jatuh.

Granada adalah daerah terakhir yang ditaklukkan. Penduduk-penduduk Islam di Spanyol (juga disebut orang Moor) terpaksa berlindung di dalam rumah untuk menyelamatkan diri. Tentara-tentara salib terus mengejar mereka. Ketika jalan-jalan sudah sepi, tinggal menyisakan ribuan mayat yang bergelimpangan bermandikan genangan darah, tentara salib mengetahui bahwa banyak muslim Granada yang masih bersembunyi di rumah-rumah. Dengan lantang tentara salib itu meneriakkan pengumuman, bahwa para Muslim Granada bisa keluar dari rumah dengan aman dan diperbolehkan berlayar keluar Spanyol dengan membawa barang-barang keperluan mereka.

Orang-orang Islam masih curiga dengan tawaran ini. Namun beberapa dari orang Muslim diperbolehkan melihat sendiri kapal-kapal penumpang yang sudah dipersiapkan di pelabuhan. Setelah benar-benar melihat ada kapal yang sudah disediakan, mereka pun segera bersiap untuk meninggalkan Granada dan berlayar meninggalkan Spanyol.

Keesokan harinya, ribuan penduduk muslim Granada keluar dari rumah-rumah mereka dengan membawa seluruh barang-barang keperluan, beriringan berjalan menuju ke pelabuhan. Beberapa orang Islam yang tidak mempercayai pasukan salib, memilih bertahan dan terus bersembunyi di rumah-rumah mereka. Setelah ribuan umat Islam Spanyol berkumpul di pelabuhan, dengan cepat tentara salib menggeledah rumah-rumah yang telah ditinggalkan penghuninya. Lidah api terlihat menjilat-jilat angkasa ketika mereka membakari rumah-rumah tersebut bersama dengan orang-orang Islam yang masih bertahan di dalamnya.

Sedang ribuan umat Islam yang tertahan di pelabuhan, hanya bisa terpana ketika tentara salib juga membakari kapal-kapal yang dikatakan akan mengangkut mereka keluar dari Spanyol. Kapal-kapal itu dengan cepat tenggelam. Ribuan umat Islam tidak bisa berbuat apa-apa karena sama sekali tidak bersenjata. Mereka juga kebanyakan terdiri dari para perempuan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Sedang para tentara salib telah mengepung mereka dengan pedang terhunus.

Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, ribuan tentara salib segera membantai umat Islam Spanyol tanpa rasa belas kasihan. Jerit tangis dan takbir membahana. Seluruh Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan kejam. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman.

Tragedi ini bertepatan dengan tanggal 1 April. Inilah yang kemudian diperingati oleh dunia kristen setiap tanggal 1 April sebagai April Mop (The April's Fool Day). Pada tanggal 1 April, orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Bagi umat kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekedar hiburan atau keisengan belaka.

Bagi umat Islam, April Mop tentu merupakan tragedi yang sangat menyedihkan. Hari di mana ribuan saudara-saudaranya se-iman disembelih dan dibantai oleh tentara salib di Granada, Spanyol. Sebab itu, adalah sangat tidak pantas juga ada orang Islam yang ikut-ikutan merayakan tradisi ini. Siapapun orang Islam yang turut merayakan April Mop, maka ia sesungguhnya tengah merayakan ulang tahun pembunuhan massal ribuan saudara-saudaranya di Granada, Spanyol, 5 abad silam.

Jadi, perhatikan sekeliling Anda, anak Anda, atau Anda sendiri, mungkin terkena bungkus jahil April Mop tanpa kita sadari.

Sumber

Biografi Singkat Pak Habibie

Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan “blaster” antara orang Jawa [ibunya] dengan orang Makasar/Pare-Pare [ayahnya]. Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.

Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1 dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha catering dan indekost di Bandung setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.

Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude.




Bukti 1 : Penemu Teori Habibie
Pemakai dan produsen pesawat terbang sama-sama tidak tahu persis, sejauh mana bodi pesawat terbang masih andal dioperasikan. Akibatnya memang bisa fatal. Pada awal 1960-an, musibah pesawat terbang masih sering terjadi karena kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique) pada bodi masih sulit dideteksi dengan keterbatasan perkakas. Belum ada pemindai dengan sensor laser yang didukung unit pengolah data komputer, untuk mengatasi persoalan rawan ini.Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat. Ketika lepas landas, sambungannya menerima tekanan udara (uplift) yang besar. Ketika menyentuh landasan, bagian ini pula yang menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (krack).Titik rambat, yang kadang mulai dari ukuran 0,005 milimeter itu terus merambat. Semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang. Kalau tidak terdeteksi, taruhannya mahal, karena sayap bisa sontak patah saat pesawat tinggal landas. Dunia penerbangan tentu amat peduli, apalagi saat itu pula mesin-mesin pesawat mulai berganti dari propeller ke jet. Potensi fatique makin besar.Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik krack itu bekerja. Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada hitungan atomnya. Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan krack progression. Dari sinilah Habibie mendapat julukan sebagai Mr. krack. Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.

Bukti 2 : Penemu Faktor Habibie
Sebelum titik krack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF). Caranya, meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya. Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat. Untuk pesawat terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Namun setelah titik krack bisa dihitung maka derajat SF bisa diturunkan. Misalnya dengan memilih campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan. Porsi baja dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang. Dalam dunia penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie.Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10% dari bobot sebelumnya. Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25% setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat. Namun pengurangan berat ini tak membuat maksimum take off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa ditingkatkan.
Faktor Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian kerangka pesawat. Sehingga sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas. Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat. Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatique menjadi turun.

Bukti 3 : suma cum laude gan !
Gelar doctor ingenieur-nya disabet dengan predikat suma cum laude pada 1965. Rata-rata nilai mata kuliahnya 10. Presatsi ini membuatnya dipercaya jadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis Struktur di Hamburger Flugzeugbau (HFB). Tugas utamanya adalah memecahkan persoalan kestabilan konstruksi bagian belakang pesawat Fokker 28. Luar biasa, hanya dalam kurun waktu enam bulan, masalah itu terpecahkan oleh Habibie.

Bukti 4 : Bikin Pesawat !
Ia meraih kepercayaan lebih bergengsi, yakni mendesain utuh sebuah pesawat baru. Satu diantara buah karyanya adalah prototipe DO-31, pesawat baling-baling tetap pertama yang mampu tinggal landas dan mendarat secara vertikal, yang dikembangkan HFB bersama industri Donier. Rancangan ini lalu dibeli oleh Badan Penerbangan dan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA).Hasil lainnya antara lain pesawat terbang pertama buatan Indonesia CN-235 dan N-250.Pesawat Airbus A-300 yang diproduksi konsorsium Eropa (European Aeronautic Defence and Space) tak lepas dari sentuhan Habibie. Maklumlah dalam konsorsium ini tergabung Daimler, produsen Mercedes-Benz yang mengakuisisi MBB.

Bukti 5 : Jabatan di MBB
Tahun 1969 Habibie dilirik oleh Messerschmitt Boelkow Blohm Gmbh (MBB), industri pesawat terbesar yang bermarkas di Hamburg. Jabatan Vice President/Direktur Teknologi MBB disabetnya tahun 1974. Hanya Habibie-lah, orang diluar kebangsaan Jerman yang mampu menduduki posisi kedua tertinggi itu.

Bukti 6 : Penghargaan
Sedangkan dalam bentuk penghargaan, Habibie menerima Award von Karman (1992) yang di bidang kedirgantaraan boleh dibilang gengsinya hampir setara dengan Hadiah Nobel. Dan dua tahun kemudian menerima penghargaan yang tak kalah bergengsi, yakni Edward Warner Award. Beliau juga mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagai Universitas terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk University.

Bukti 7 : Jadi Presiden RI ke – 3 !
Ini mungkin puncak karier beliau…. Masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan selama 512 hari. Meski sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa bangsa Indonesia dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil memimpin negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanakan transisi dari negara otorian menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48 partai), sukses membawa perubahan signifikan pada stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.

Habibie : Bapak Teknologi Indonesia

Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia Tenggara (catatan : Nurtanio meruapakan Bapak Perintis Industri Pesawat Indonesia). Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985, kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts 2000. Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT PAL dan PT PINDAD.

Sejak pendirian industri-industri statregis negara, tiap tahun pemerintah Soeharto menganggarkan dana APBN yang relatif besar untuk mengembangkan industri teknologi tinggi. Dan anggaran dengan angka yang sangat besar dikeluarkan sejak 1989 dimana Habibie memimpin industri-industri strategis. Namun, Habibie memiliki alasan logis yakni untuk memulai industri berteknologi tinggi, tentu membutuhkan investasi yang besar dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak mungkin dirasakan langsung. Tanam pohon durian saja butuh 10 tahun untuk memanen, apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun industri strategis ala Habibie masih belum menunjukan hasil dan akibatnya negara terus membiayai biaya operasi industri-industri strategis yang cukup besar.

Industri-industri strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya memberikan hasil seperti pesawat terbang, helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal, tank, panser, senapan kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan combat dan masih banyak lagi baik untuk keperluan sipil maupun militer.

Untuk skala internasional, BJ Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali dan satelit.

Karena pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap beliau sebagai bapak teknologi Indonesia, terlepaskan seberapa besar kesuksesan industri strategis ala Habibie. Karena kita tahu bahwa pada tahun 1992, IMF menginstruksikan kepada Soeharto agar tidak memberikan dana operasi kepada IPTN, sehingga pada saat itu IPTN mulai memasuki kondisi kritis. Hal ini dikarenakan rencana Habibie membuat satelit sendiri (catatan : tahun 1970-an Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri, serta peralatan militer sendiri. Hal ini didukung dengan 40 0rang tenaga ahli Indonesia yang memiliki pengalaman kerja di perusahaan pembuat satelit Hughes Amerika akan ditarik pulang ke Indonesia untuk mengembangkan industri teknologi tinggi di Indonesia. Jika hal ini terwujud, maka ini akan mengancam industri teknologi Amerika (mengurangi pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran kemampuan teknologi tinggi dan militer Indonesia.

Daripada teriak2 g jelas kaya P***tikus2 yg hanya bisa bersuara2 tapi nothing, mending berkarya kaya pak habibie. Bisa mengharumkan nama Indonesia. Ayo para pemuda Indonesia, contohlah kesuksesan beliau. Sebagai pengaggum beliau, sangat saya sesalkan kenapa beliau disia2kan dinegeri ini, padahal diluar sana beliau sangat dihormati.

sumber

How Weather Changed Histor

Sunshine over Hiroshima


It was fine summer weather on Aug. 6, 1945 in Hiroshima. At 7:09 that morning, a weather reconnaissance plane passed overhead and radioed back: "Cloud cover less than three-tenths. Advice: bomb primary." That is, the sky was clear enough to drop the first nuclear weapon used in war. The lack of cloud cover sealed Hiroshima's fate, and spared the back-up target. Even more dramatic was the effect of cloud cover on Kokura. On Aug. 8, the second nuclear weapon was loaded into a B-29 called Bock's Car. But the skies were overcast over the primary target, Kokura. Instead, the bomb was released over the backup target: Nagasaki


Hitler Invades Russia


Adolf Hitler, apparently not much of a student of history, decided to repeat Napoleon's attack on Moscow, and did so all too well. In September, 1941, operation Typhoon (one of many military operations named for extreme weather) swept into the Soviet Union. The German army was so confident it would win against Stalin's troops that several units brought dress uniforms along for the victory march in Red Square. What they didn't bring along, however, was winter clothing. Hitler's meteorologically assisted defeats in the Soviet Union, outside both Moscow and in Stalingrad, were turning points in the war


Napoleon Invades Russia


In 1812, Napoleon assembled the largest army Europe had ever seen -more than 600,000 strong. His plan was to march boldly into Russia. He was not at all worried that winter was approaching. Napoleon's confidence appeared well-founded when his soldiers captured Moscow. They pillaged the city and stole jewels and furs as war prizes, to present to their wives back home. Then the one thing that Napoleon had failed to consider became abundantly clear. Russia can get very, very cold. As Napoleon's army marched away from the ruined city with their spoils, temperatures fell to -40C. The soldiers fell to frostbite and starvation. In one 24-hour period, 50,000 horses died from the cold. The men wrapped up in their wives' war prizes, but to no avail. Of the 600,000 men who marched into Russia, only 150,000 would limp home. It was the beginning of the end for Napoleon's empire, and heralded the emergence of Russia as a power in Europe


A Slave Revolt Washed Away

Aug. 30, 1800 might have been remembered as the day that thousands of slaves in Richmond, Virginia followed a man named Gabriel and rose up against their masters, took the city armory and freed all the slaves. Instead, a violent rainstorm kept the conspirators from gathering long enough for word of the plot to get out



Hail Storms Speed the Onset of the French Revolution


In a country already suffering from an economic crisis because of debt it incurred helping the American colonists in their war against England, a spring drought was causing food prices to skyrocket when a final blow came in the form of a hailstorm, which destroyed crops and laid waste to farms. The hungry populace was ready for extreme change, and the French Revolution soon followed


Washington Lives to Fight Another Day


When George Washington became commander of the American army, it consisted of volunteers without uniforms and often without weapons. The British army, by contrast, was a well-equipped fighting force. General Washington could well have been defeated at the Battle of Long Island on Aug. 22, 1776 and we'd be eating tea and crumpets today. Fortunately for U.S. history, a thick fog allowed the colonial forces to retreat unseen and to fight another day


Charles XII invades Russia


In 1709, Swedish king Charles XII became the first great European invader to lead his men on a long march of death and exhaustion through the Russian winter. The winter attrition of the mighty Swedish forces during "the Great Northern War" had a great psychological impact and put the world on notice that Czar Peter I was a force to be reckoned with



A "Protestant Wind" Destroys the Spanish Armada


The defeat of the Spanish Armada in 1588 has been called one of the most decisive battles in Western civilization. Philip II of Spain sailed on the Protestant England of his sister-in-law Elizabeth I, but the wind did not cooperate with his ambitions





The First Kamikaze


In the 13th century, Kublai Khan, leader of the Mongol Empire, set his sites on the conquest of Japan, but was defeated by not one, but two monsoons. Shinto priests, who believed the storms were the result of prayer, called them kamikaze or "divine wind"





Sea Breezes Save Western Culture


The survival of Greek culture, and consequently of Western Culture itself hung in the balance during the Greco-Persian Wars. The Persian Empire, at the peak of its strength, was poised to overrun mainland Greece itself. The Greek naval commander Themistocles was able to turn the tides of war at the battle of Salamis in 480 BC by using his knowledge of the winds. -Laura Lee, based on her book

livescience

Lost Civilization Beneath the Persian Gulf

Veiled beneath the Persian Gulf, a once-fertile landmass may have supported some of the earliest humans outside Africa some 75,000 to 100,000 years ago, a new review of research suggests.

At its peak, the floodplain now below the Gulf would have been about the size of Great Britain, and then shrank as water began to flood the area. Then, about 8,000 years ago, the land would have been swallowed up by the Indian Ocean, the review scientist said.

The study, which is detailed in the December issue of the journal Current Anthropology, has broad implications for aspects of human history. For instance, scientists have debated over when early modern humans exited Africa, with dates as early as 125,000 years ago and as recent as 60,000 years ago (the more recent date is the currently accepted paradigm), according to study researcher Jeffrey Rose, an archaeologist at the University of Birmingham in the U.K.

"I think Jeff's theory is bold and imaginative, and hopefully will shake things up," Robert Carter of Oxford Brookes University in the U.K. told LiveScience. "It would completely rewrite our understanding of the out-of-Africa migration. It is far from proven, but Jeff and others will be developing research programs to test the theory."

Viktor Cerny of the Archaeogenetics Laboratory, the Institute of Archaeology, in Prague, called Rose's finding an "excellent theory," in an e-mail to LiveScience, though he also points out the need for more research to confirm it.

The findings have sparked discussion among researchers, including Carter and Cerny, who were allowed to provide comments within the research paper, about who exactly the humans were who occupied the Gulf basin.

"Given the presence of Neanderthal communities in the upper reaches of the Tigris and Euphrates River, as well as in the eastern Mediterranean region, this may very well have been the contact zone between moderns and Neanderthals," Rose told LiveScience. In fact, recent evidence from the sequencing of the Neanderthal genome suggests interbreeding, meaning we are part caveman.

Watery refuge

The Gulf Oasis would have been a shallow inland basin exposed from about 75,000 years ago until 8,000 years ago, forming the southern tip of the Fertile Crescent, according to historical sea-level records.

And it would have been an ideal refuge from the harsh deserts surrounding it, with fresh water supplied by the Tigris, Euphrates, Karun and Wadi Baton Rivers, as well as by upwelling springs, Rose said. And during the last ice age when conditions were at their driest, this basin would've been at its largest.

In fact, in recent years, archaeologists have turned up evidence of a wave of human settlements along the shores of the Gulf dating to about 7,500 years ago.

"Where before there had been but a handful of scattered hunting camps, suddenly, over 60 new archaeological sites appear virtually overnight," Rose said. "These settlements boast well-built, permanent stone houses, long-distance trade networks, elaborately decorated pottery, domesticated animals, and even evidence for one of the oldest boats in the world."

Rather than quickly evolving settlements, Rose thinks precursor populations did exist but have remained hidden beneath the Gulf. [History's Most Overlooked Mysteries]

"Perhaps it is no coincidence that the founding of such remarkably well developed communities along the shoreline corresponds with the flooding of the Persian Gulf basin around 8,000 years ago," Rose said. "These new colonists may have come from the heart of the Gulf, displaced by rising water levels that plunged the once fertile landscape beneath the waters of the Indian Ocean."


Ironclad case?

The most definitive evidence of these human camps in the Gulf comes from a new archaeological site called Jebel Faya 1 within the Gulf basin that was discovered four years ago. There, Hans-Peter Uerpmann of the University of Tubingen in Germany found three different Paleolithic settlements occurring from about 125,000 to 25,000 years ago. That and other archaeological sites, Rose said, indicate "that early human groups were living around the Gulf basin throughout the Late Pleistocene."

To make an ironclad case for such human occupation during the Paleolithic, or early Stone Age, of the now-submerged landmass, Rose said scientists would need to find any evidence of stone tools scattered under the Gulf. "As for the Neolithic, it would be wonderful to find some evidence for human-built structures," dated to that time period in the Gulf, Rose said.

Carter said in order to make for a solid case, "we would need to find a submerged site, and excavate it underwater. This would likely only happen as the culmination of years of survey in carefully selected areas."

Cerny said a sealed-tight case could be made with "some fossils of the anatomically modern humans some 100,000 years old found in South Arabia."

And there's a hint of mythology here, too, Rose pointed out. "Nearly every civilization living in southern Mesopotamia has told some form of the flood myth. While the names might change, the content and structure are consistent from 2,500 B.C. to the Genesis account to the Qur'anic version," Rose said.

Perhaps evidence beneath the Gulf? "If it looks like a duck, and quacks like a duck, we have at least to consider the possibility that we have a small aquatic bird of the family Anatidae on our hands," said Rose, quoting Douglas Adams.

livescience