Tampilkan postingan dengan label Indonesiana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Indonesiana. Tampilkan semua postingan

CEPEK, GOCENG dan Artinya


Warga Jakarta memang punya keunikan tersendiri dalam melakukan perdagangan, Walaupun bukan orang cina tetapi sudah menjadi tradisi untuk melakukan perdagangan dengan bahasa Cina (Hokian).
Bagi Anda yang ingin tinggal atau berencana ke Jakarta maka anda harus memahami bahasa gaul ini jika tidak anda akan terbegong malah mungkin bisa dikibulin. Sebutan cepek misalnya lebih populer untuk menyebut uang dengan nilai nominal Rp100 dari pada seratus rupiah,  atau Gocap untuk lima puluh dan lain-lain.
Gaya berhitung ala jakarta ini dapat ditemukan mulai dari pedagang kaki lima sampai dengan pedagang di Mal Mangga dua, pasar baru, glodok hingga seantero Jakarta. Maka disarankan agar pendatang baru untuk dapat menguasai gaya berhitung ini. berikut panduan dalam  berhitung dagang ala warga Jakarta:

25 = Jigo
50 = Gocap
100 = Cepek
125 = Cepek Jigo
150 = Pek go
200 = Nopek
225 = Nopek Jigo
250 = Nopek Go
300 = Sapek
500 = Gopek
1000 = Seceng
1500 = ceng go
10.000 = ceban
20.000 = noban
30.000 = saban
50.000 = Goban
55.000 = Nobang
100.000 = cepek ceng
200.000 = nopek ceng
300.000 = sapek ceng
500.000 = gopek ceng
1.000.000 = cetiau
 2.000.000 = notiau
2.500.000 = No pek tiau

cara mudah menyusun adalah dengan mengetahui istilah dasar misal sebutan untuk jigo, gocap, sacap, dan cepek jika ada tambahan 50 pasti ada kata go. coba diurutin dan hapalkan saya yakin dalam waktu 3o menit ada pasti sudah pandai bertutur ala betawi dan tidak malu atau ketipu lagi jika para pedagang bila pedagang berkata,"Satu cepek jigo kalo beli dua cuma Nopek doang!." Nah, selamat belajar semoga tidak tengsin atau dikibulin sama pedagang ibu kota

Sumber

Management Logistik Bencana Alam

Secara geografis dan struktur geologi, Indonesia terletak pada kawasan rawan bencana, baik bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, badai, tsunami, kebakaran hutan dan lahan, maupun bencana non alam seperti kegagalan teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah penyakit. Untuk menanggulangi bencana, Pemerintah telah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat nasional dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat daerah.

Logistik mempunyai peran penting dalam upaya penanggulangan bencana, terutama pada saat prabencana, kesiapsiagaan, dan respon penanganan bencana, untuk dapat memastikan tujuh tepat, yaitu: (1) tepat jenis bantuan barang; (2) tepat kuantitas; (3) tepat kualitas; (4) tepat sasaran; (5) tepat waktu; (6) tepat pelaporan; dan (7) tepat biaya. Pengelolaan logistik yang efektif, efisien, dan andal menjadi faktor penting dalam penanggulangan bencana.

Bencana dan tindakan destruktif menuntut upaya logistik yang lebih tinggi dalam hal pengetahuan dan biaya karena kejadian bencana mendadak memerlukan respon yang sangat cepat di daerah-daerah yang hancur. Berbagai jenis bencana perlu dikelola dengan cara pendekatan solusi yang berbeda. Logistik adalah unsur yang paling penting dalam setiap upaya bantuan kemanusiaan atau bantuan bencana dan bagaimana cara kita mengelola logistik bantuan kemanusiaan akan  menentukan apakah operasi penanggulangan bencana tersebut sukses atau gagal (Van Wassenhove, 2006). Namun demikian, logistik juga menjadi aktivitas yang paling mahal dari setiap bantuan bencana. Berdasarkan studi, diperkirakan bahwa biaya logistik untuk penanggulangan bencana sekitar 80% dari total biaya dalam bantuan bencana (Van Wassenhove, 2006).

Manajemen logistik untuk penanggulangan bencana dikenal dengan logistik kemanusiaan (humanitarian logistics) atau sering disebut juga dengan logistik bantuan kemanusiaan. Logistik kemanusiaan merupakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian aliran bantuan kemanusiaan secara efisien, hemat biaya dan penyimpanan bantuan kemanusiaan serta informasi terkait, dari titik asal ke titik konsumsi untuk tujuan mengurangi penderitaan korban bencana (Thomas dan Kopczak, 2005).

Dalam konteks bencana, tentu penting untuk memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan yang efisien dan efektif, sehingga kebutuhan jenis bantuan kemanusiaan yang sesuai dan relawan dapat mencapai ke lokasi korban dengan cepat dan tepat. Optimalisasi kinerja logistik bantuan kemanusiaan mensyaratkan bahwa semua hubungan antara pihak atau pelaku yang terlibat dalam penanggulangan bencana dikelola melalui pendekatan terpadu secara efisien dan efektif dalam mengkoordinasikan kinerja antar-organisasi, menghilangkan redundansi, dan memaksimalkan efisiensi seluruh rantai pasok darurat.

Lingkup Logistik Bantuan Kemanusiaan
Manajemen bencana sering digambarkan sebagai proses yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
(1) mitigasi; (2) persiapan; (3) respon; dan (4) rekonstruksi.

Keempat tahapan itu merupakan siklus manajemen bencana. Fokus pada logistik dan manajemen rantai pasokan, proses yang melibatkan logistik terutama menyangkut persiapan, respon, dan rekonstruksi secara bersama-sama merupakan aliran logistik kemanusiaan.

Tahapan mitigasi mengacu pada identifikasi dan sistem hukum, sosial, dan infrastruktur untuk mengurangi dampak risiko bencana. Mitigasi bencana berhubungan dengan tanggung jawab pemerintah dan tidak melibatkan partisipasi langsung logistik.

Tahapan persiapan mengacu pada berbagai operasi yang terjadi selama periode sebelum bencana terjadi. Tahap ini menggabungkan berbagai strategi yang memungkinkan pelaksanaan respon operasional penanggulangan bencana yang sukses. Tahapan ini sangat penting karena untuk menghindari konsekuensi kemungkinan bencana. Tahapan ini juga mencakup upaya yang dibuat dan pengalaman dalam beradaptasi dari kejadian bencana di masa lalu sehingga dapat memenuhi tantangan baru.

Tahapan respon mengacu pada berbagai operasi yang langsung diimplementasikan setelah bencana terjadi. Pada tahap respon, koordinasi dan kolaborasi antara semua pihak yang terlibat dalam darurat bantuan kemanusiaan perlu dilakukan. Tahapan ini memiliki dua tujuan utama (Cozzolino et al, 2012), yaitu:

Tujuan pertama adalah untuk segera merespon dengan mengaktifkan jaringan sementara atau jaringan darurat;
Tujuan kedua adalah untuk mengembalikan dalam waktu sesingkat mungkin layanan dasar dan pengiriman barang ke penerima bantuan bencana;.
Tahap rekonstruksi mengacu pada operasi yang berbeda setelah terjadinya bencana. Tahapan ini melibatkan rehabilitasi dan bertujuan untuk mengatasi masalah dampak bencana dari perspektif jangka panjang. Efek dari bencana dapat terus berdampak untuk jangka waktu yang panjang dan memiliki konsekuensi parah pada penduduk yang terkena bencana.

Dalam penanggulangan bencana, logistik memainkan peran penting. Logistik memberikan layanan antara kesiapsiagaan dengan penanggulangan bencana, antara pengadaan dan distribusi bantuan kemanusiaan dengan peralatan, antara BNPB dengan BPBD, dan logistik juga memainkan peran penting dalam efektivitas dan tanggap dalam hampir semua program bantuan kemanusiaan, seperti: kesehatan, makanan, shelter, air, dan sanitasi.

Logistik Penanggulangan Bencana
Logistik bantuan kemanusiaan mencakup beberapa aktivitas dan melibatkan banyak pihak, mulai dari aktivitas persiapan, perencanaan, pengadaan, transportasi & distribusi, penyimpanan, tracking, dan pelalubeaan (customs clearance). Umumnya para pihak yang terlibat dalam serangkaian aktivitas rantai pasok bantuan kemanusian, antara lain:

Donor dari dalam negeri maupun luar negeri, donor dari pemerintah, perusahaan, warga, maupun NGO.
NGO nasional, PMI, dan BNPB/BPBD.
Penyedia jasa transportasi: darat, udara, laut, sungai, dan kereta api.
Penyedia jasa pergudangan.
Perusahaan pengurusan jasa transportasi (freight forwarding).
Bea cukai.
Penerima bantuan.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 13 Tahun 2008 tentang Pedoman Manajemen Logistik dan Peralatan Penanggulangan Bencana telah menetapkan bahwa proses manajemen logistik dalam penanggulangan bencana ini meliputi delapan tahapan sebagai berikut:



Perencanaan kebutuhan bantuan kemanusiaan.

Pengadaan dan penerimaan bantuan kemanusiaan.
Pergudangan dan/atau penyimpanan bantuan kemanusiaan.
Perencanaan pendistribusian bantuan kemanusiaan.
Pengangkutan bantuan kemanusiaan.
Penerimaan bantuan kemanusiaan di tujuan.
Penghapusan bantuan kemanusiaan.
Pertanggungjawaban.
Pemahaman terhadap manajemen rantai pasok merupakan hal penting dalam mengelola logistik bantuan kemanusiaan. Delapan tahapan manajemen logistik bantuan kemanusiaan tersebut dilaksanakan secara keseluruhan menjadi satu sistem terpadu.
Perencanaan Kebutuhan Bantuan Kemanusiaan
Proses perencanaan kebutuhan dalam manajemen logistik penanggulangan bencana merupakan langkah awal untuk mengetahui bantuan apa yang dibutuhkan, siapa yang membutuhkan, serta di mana, kapan, dan bagaimana cara menyampaikan kebutuhan tersebut. Kegiatan perencanaan kebutuhan ini memerlukan ketelitian dan kemampuan untuk mengetahui secara pasti kondisi korban bencana yang akan ditanggulangi.

Pengadaan dan Penerimaan Bantuan Kemanusiaan

Pengadaan merupakan kegiatan penting dalam mendapatkan material bantuan kemanusiaan dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan dalam penanggulangan bencana secara tepat jenis barang, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat waktu, tepat harga, dan pelaksanaan prosedur. Selain itu, pengadaan juga menjadi isu penting dalam kepatuhan pada peraturan dengan harga yang paling efisien.

Proses pengadaan dan penerimaan bantuan untuk penanggulangan bencana dimulai dari pencatatan atau inventarisasi termasuk kategori bantuan kemanusiaan, dari mana bantuan diterima, kapan diterima, apa jenis bantuannya, seberapa banyak jumlahnya, bagaimana cara menggunakan atau mengoperasikan bantuan kemanusiaan yang disampaikan, apakah ada permintaan, dan  untuk siapa bantuan kemanusiaan ini ditujukan.

Pergudangan dan Penyimpanan Bantuan Kemanusiaan

Proses penyimpanan dan pergudangan dimulai dari data penerimaan bantuan yang diserahkan kepada unit pergudangan dan penyimpanan disertai dengan berita acara dan bukti penerimaan bantuan kemanusiaan.

Pencatatan data penerimaan antara lain meliputi jenis barang bantuan apa saja yang dimasukkan ke dalam gudang, berapa jumlahnya, bagaimana keadaannya, siapa yang menyerahkan, siapa yang menerima, cara penyimpanan menggunakan metode barang yang masuk terdahulu dikeluarkan pertama kali atau FIFO (first-in first-out) dan/atau menggunakan metode LIFO (last-in first-out).

Perencanaan Pendistribusian Bantuan Kemanusiaan

Dalam perencanaan pendistribusian bantuan ini dilakukan pendataan: siapa saja yang akan menerima bantuan, prioritas bantuan kemanusiaan yang diperlukan, kapan waktu penyampaian, lokasi, cara penyampaian, alat transportasi yang digunakan, siapa yang bertanggung jawab atas penyampaian tersebut.

Pengangkutan
Berdasarkan data perencanaan pendistribusian, maka dilaksanakan pengangkutan. Data yang dibutuhkan untuk pengangkutan adalah: jenis bantuan kemanusiaan yang diangkut, jumlah, tujuan, siapa yang bertanggung jawab dalam keamanan perjalanan, dan siapa yang bertanggung jawab menyampaikan kepada penerima.

Penerimaan Bantuan Kemanusiaan di Tempat Tujuan
Aktivitas yang harus dilaksanakan dalam penerimaan bantuan di tempat tujuan adalah:
Mencocokkan antara data di manifest pengangkutan dengan jenis bantuan yang diterima.
Memeriksa kembali: jenis, jumlah, berat, dan kondisi bantuan.
Mencatat tempat pemberangkatan, tanggal waktu kedatangan, sarana transportasi, pengirim, dan penerima bantuan.
Membuat berita acara serah terima dan bukti penerimaan.
Pertanggungjawaban
Seluruh proses manajemen logistik bantuan kemanusiaan yang telah dilaksanakan harus dibuat pertanggungjawabannya. Pertanggungjawaban penanggulangan bencana, baik keuangan maupun kinerja, dilakukan pada setiap tahapan proses dalam bentuk laporan dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi.

Protokol Manajemen Logistik Bantuan Kemanusiaan
Secara geografis dan struktur geologi, Indonesia terletak pada kawasan rawan bencana, yang memerlukan sistem penanggulangan bencana untuk dapat meminimalkan dampak kerusakan dan kerugian dari bencana tersebut. BNPB mencatat bahwa pada tahun 2014 terdapat 1.967 kejadian bencana di Indonesia. Sebagian besar bencana yang terjadi di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi. Bencana hidrometeorologi selalu terjadi lebih dari 90,5%, dengan korban akibat bencana: 622 jiwa meninggal dan hilang, serta 2,8 juta jiwa menderita dan mengungsi.  Sementara, kerusakan rumah akibat bencana tahun 2014: 6.387 unit rumah rusak akibat bencana banjir, 689 unit rumah rusak akibat gempa bumi, 17.833 rumah rusak akibat letusan gunung api, dan 100 unit rusak akibat kebakaran hutan dan lahan.

Logistik memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan bencana terutama pada saat prabencana, kesiapsiagaan, dan respon penanganan bencana. Pengelolaan logistik yang efektif, efisien, dan andal menjadi faktor penting dalam penanggulangan bencana. Logistik penanggulangan bencana perlu melibatkan banyak pihak untuk mengurangi risiko dampak bencana. Sinergi dan kolaborasi dari pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan perusahaan swasta di sektor penyedia jasa logistik perlu dibangun. Pemanfaatan seluruh kapasitas dan kapabilitas BUMN sektor logistik dapat dilakukan pada setiap tahapan proses logistik penanggulangan bencana, mulai dari prabencana, darurat, dan pascabencana. 

Salah satu BUMN sektor logistik yang dapat dimanfaatkan peran dan kapabilitasnya adalah Pos Indonesia. Ketersebaran dan keterjangkauan kantor-kantor pos di seluruh penjuru nusantara, yang menghubungkan antara jaringan fisik kantor pos sebagai hub atau node dengan moda transportasi dan sistem teknologi informasi, memungkinkan kantor pos dapat secara cepat menginformasikan kebutuhan bantuan kemanusiaan, infrastrutur transportasi, dan tempat penyimpanan yang dapat digunakan; jalur, moda, dan kapasitas transportasi yang tersedia,  dan pola distribusi bantuan kemanusiaan yang efektif.

Kantor pos sebagai point of service penerimaan bantuan kemanusiaan (baik berupa paket bantuan kemanusiaan maupun uang) dari masyarakat/donor. Pos Indonesia memiliki 4.076 kantor pos dan >35.000 point of sales yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kantor pos sebagai warehouse yang mengelola pergudangan dan distribusi logistik bantuan kemanusiaan di lokasi-lokasi wilayah rawan bencana sebagai bentuk kesiapsiagaan untuk merespon penanggulangan bencana secara cepat dan tepat. Pos Indonesia dapat menjadi mitra utama BNPB dan Badan Daerah Penanggulangan Bencana (BDPB) dalam pengelolaan logisitik penanggulangan bencana yang menjadi bagian protokol sistem penanggulangan bencana.


Ahmad Al Khathib Al Minangkabawi, Imam & Khathib Masjid Al Haram

A. Muqaddimah

Dalam panggung sejarah, Islam sudah lama dikenal oleh penduduk Melayu. Bahkan menurut Ustadz ‘Abdul Malik bin ‘Abdul Karim bin Amrullah rahimahullah atau yang lebih dikenal dengan Hamka, Islam sudah melebarkan sayapnya di bumi Melayu sejak abad pertama hijriah. Namun sayang, meski Islam sudah sekian abad di Melayu, ajaran-ajaran yang diamalkan kaum muslimin di sana banyak yang menyimpang dari ajaran Islam yang dibawa Rasulullah. Ajaran-ajaran tasawwuf ala shufi dan keyakinan-keyakinan bid’ah dan sesat seperti takhayul, khurafat sampai ajaran martabat tujuh atau wihdatul wujud banyak mewarnai amalan-amalan kaum muslimin di bumi Melayu.

Seiring bergulingnya waktu, kaum muslimin di Melayu mulai sadar akan kekeliruan ajaran yang selama ini mereka anggap bagian dari Islam justru bertentangan. Maka usaha-usaha dalam memurnikan ajaran Islam di Melayu pun segera dimulai. ‘Episode’ pertama diawali oleh tiga jama’ah haji yang membawa oleh-oleh dari Tanah Suci berupa ‘filter’ ajaran sesat di ranah Minangkabau. Kemudian ‘episode’ berikutnya ditunjukkan oleh Syaikh Ahmad Al Khathib rahimahullah, seorang ulama yang muqim di Makkah yang terkenal dengan kegigihannya dalam menyerang kelompok-kelompok ahlul bida’ wal ahwa’ dan adat-adat yang bertentangan dengan syariat Islam baik melalui tulisan-tulisan maupun murid-muridnya yang kembali ke Melayu.

B. Nasab & Kelahiran Syaikh Ahmad Al Khathib

Beliau bernama lengkap Al ‘Allamah Asy Syaikh Ahmad bin ‘Abdul Lathif [bin ‘Abdurrahman] bin ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Khathib Al Minangkabawi [Al Minkabawi] Al Jawi Al Makki Asy Syafi’i Al Atsari rahimahullah.
Syaikh Ahmad Al Khathib dilahirkan di Koto Tuo, Desa Kota Gadang, Kec. Ampek Angkek Angkat Candung, Kab. Agam, Prov. Sumatera Barat pada hari Senin 6 Dzul Hijjah 1276 H bertepatan dengan 26 Mei 1860 M di tengah keluarga bangsawan. ‘Abdullah, kakek Syaikh Ahmad atau buyut menurut riwayat lain, adalah seorang ulama kenamaan. Oleh masyarakat Koto Gadang, ‘Abdullah ditunjuk sebagai imam dan khathib. Sejak itulah gelar Khathib Nagari melekat dibelakang namanya dan berlanjut ke keturunannya di kemudian hari.
Ada perbedaan mengenai siapa kakek Syaikh Ahmad. Menurut ‘Umar ‘Abdul Jabbar, ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al Mu’allimi, dan Ibrahim bin ‘Abdullah Al Hazimi, kakek Syaikh Ahmad adalah ‘Abdullah. Sedangkan menurut Dadang A. Dahlan, kakek Syaikh Ahmad adalah ‘Abdurrahman yang bergelar Datuk Rangkayo Basa. Terlepas dari perbedaan itu, yang jelas Syaikh Ahmad berasal dari keluarga bangsawan, baik dari jalur ayah maupun ibu.
C. Perjalanan Syaikh Ahmad dalam Thalabul ‘Ilmi
Ketika masih di kampung kelahirannya, Ahmad kecil sempat mengenyam pendidikan formal, yaitu pendidikan dasar dan berlanjut ke Sekolah Raja atau Kweek School yang tamat tahun 1871 M.
Di samping belajar di pendidikan formal yang dikelola Belanda itu, Ahmad kecil juga mempelajari mabadi’ (dasar-dasar) ilmu agama dari Syaikh ‘Abdul Lathif, sang ayah. Dari sang ayah pula, Ahmad kecil menghafal Al Quran dan berhasil menghafalkan beberapa juz.
Pada tahun 1287 H, Ahmad kecil diajak oleh sang ayah, ‘Abdul Lathif, ke Tanah Suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah rangkaian ibadah haji selesai ditunaikan, ‘Abdullah kembali ke Sumatera Barat sementara Ahmad tetap tinggal di Makkah untuk menyelesaikan hafalan Al Qurannya dan menuntut ilmu dari para ulama-ulama Makkah terutama yang mengajar di Masjid Al Haram terutama yang mengajar di Masjid Al Haram.
Di antara guru-guru Syaikh Ahmad di Makkah adalah:
1.            Sayyid ‘Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha Al Makki Asy Syafi’I (1259-1330 H)
2.            Sayyid ‘Utsman bin Muhammad Syatha Al Makki Asy Syafi’i (1263-1295 H)
3.            Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul ‘Abidin Syatha Ad Dimyathi Al Makki Asy Syafi’I (1266-1310 H) –penulis I’anatuth Thalibin.

Dalam Ensiklopedi Ulama Nusantara dan Cahaya dan Perajut Persatuan mencatat beberapa ulama lain sebagai guru Syaikh Ahmad, yaitu:
4.            Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat 1304) –mufti Madzhab Syafi’I di Makkah-
5.            Yahya Al Qalyubi
6.            Muhammad Shalih Al Kurdi

Mengenai bagaimana semangat Syaikh Ahmad dalam thalabul ‘ilmi, mari sejenak kita dengarkan  penuturan seorang ulama yang sezaman dengan beliau, yaitu Syaikh ‘Umar ‘Abdul Jabbar rahimahullah dalam Siyar wa Tarajim hal. 38-39, “…Beliau adalah santri teladan dalam semangat, kesungguhan, dan ketekunan dalam menuntut ilmu serta bermudzakarah malam dan siang dalam pelbagai disiplin ilmu. Karena semangat dan ketekunannya dalam muthala’ah dalam ilmu pasti seperti mathematic (ilmu hitung), aljabar, perbandingan, tehnik (handasah), haiat, pembagian waris, ilmu miqat, dan zij, beliau dapat menulis buku dalam disiplin ilmu-ilmu itu tanpa mempelajarinya dari guru (baca: otodidak).”
Selain mempelajari ilmu Islam, Ahmad juga gemar mempelajari ilmu-ilmu keduniaan yang mendudkung ilmu diennya seperti ilmu pasti untuk membantu menghitung waris dan juga bahasa Inggris sampai betul-betul kokoh.

D. Syaikh Ahmad Menikah dan Menjadi Seorang Ayah
Di antara kebiasaan Syaikh Ahmad di Makkah adalah menyeringkan diri mengunjungi toko buku milik Muhammad Shalih Al Kurdi yang terletak di dekat Masjid Al Haram untuk membeli kitab-kitab yang dibutuhkan atau sekedar membaca buku saja jika belum memiliki uang untuk membeli. Karena seringnya Syaikh Ahmad mengunjungi toko buku itu membuat pemilik toko, Shalih Al Kurdi, menaruh simpati kepadanya, terutama setelah mengetahui kerajinan, ketekunan, kepandaian dan penguasaannya terhadap ilmu agama serta keshalihannya.
Ketertarikan Shalih Al Kurdi terhadap Syaikh Ahmad dibuktikan dengan dijadikannya Syaikh Ahmad sebagai menantu. Ya. Setelah banyak mengetahui tentang prihal dan kepribadian Syaikh Ahmad yang mulia itu, Shalih Al Kurdi pun menikahkannya dengan putrid pertamanya yang kata Hamka dalam Tafsir Al Azhar bernama Khadijah. Sebenarnya Syaikh Ahmad sempat ragu menerima tawaran dari Al Kurdi karena tidak adanya biaya yang mencukupi dan telah mengatakan terus terang, akan tetapi justru tidak sedikit pun mengurangi niat besar dari Al Kurdi untuk menjaqdikannya menantu. Bahkan Al Kurdi berjanji menanggung semua biaya pernikahan termasuk mahar dan kebutuhan hidup keluarga Syaikh Ahmad. Masya Allah. Jika karena bukan kepribadian Syaikh Ahmad yang mulia dan keilmuannya, mungkin hal semacam ini tidak akan pernah terjadi.

Tentang pengambilan Syaikh Ahmad sebagai menantu Shalih Al Kurdi, Syarif ‘Aunur Rafiq bertanya terheran kepada Shalih, “Aku dengar Anda telah menikahkan putrid Anda dengan lelaki Jawi yang tidak pandai berbahasa ‘Arab kecuai setelah belajar di Makkah?” “Akan tetapi ia adalah lelaki shalih dan bertaqwa,” jawab Shalih seketika, “Padahal Rasulullah shallallahu ‘alai wa sallam bersabda, ‘Jika dating kepada kalian seseorang yang agama dan amanahnya telah kalian ridhai, maka nikahkanlah ia.’
Dari pernikahannya dengan Khadijah itu, Syaikh Ahmad dikaruniai seorang putra, yaitu ‘Abdul Karim (1300-1357 H).
Ternyata pernikahan Syaikh Ahmad dengan Khadijah tidak berlangsung lama karena Khadijah meninggal dunia.
Shalih Al Kurdi, sang mertua, untuk menikah kembali dengan purinya yang lain, yaitu adik kandung Khadijah yang bernama Fathimah. Fathimah adalah seorang seorang wanita teladan dalam keshalihan dan memiliki hafalan Al Quran yang baik. Oleh karena itu tidak heran jika anak-anaknya kelak menjadi orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi di Timur Tengah, yaitu:
1.            ‘Abdul Malik. Ketua redaksi koran Al Qiblah dan memiliki kedudukan tinggi di Al Hasyimiyyah (Yordan). Belajar kepada sang sang ayah lalu mempelajari adab dan politik.
2.            ‘Abdul Hamid Al Khathib –seorang ulama ahli adab dan penyair kenamaan yang pernah menjadi staf pengajar di Masjid Al Haram dan duta besar Saudi untuk Pakistan. Di antara karya ilmiahnya adalah Tafsir Al Khathib Al Makki 4 jilid, sebuah nazham (sya’ir) berjudulSirah Sayyid Walad Adam shallallahu ‘alaihi wa sallam, Al Imam Al ‘Adil (sejarah dan biografi untuk Raja ‘Abdul ‘Aziz Alu Su’ud)-

Kesuksesan Syaikh Ahmad dalam mendidik anak-anaknya sehingga menjadi tokoh-tokoh berhasil bukanlah omong kosong belaka. Keberhasilan itu berawal dari sistem pendidikan yang mengacu kepada nilai-nilai ajaran Islam yang mulia terutama masalah ‘aqidah. Mari sejenak kita dengar langsung penuturan ‘Abdul Hamid Al Khathib tentang bagaimana Syaikh Ahmad menanamkan ‘aqidah pada anak-anaknya, “Ketika kecilku dulu, jika aku meminta sesuatu dari ayahku, beliau akan berkata,’Mintalah kepada Allah, pasti Dia akan memberimu (apa yang kamu minta).’ Aku pun balik bertanya, ‘Memangnya Allah di mana, yah?’ ‘Dia berada di langit sana,’ jawab ayahku,’Dia dapat melihatmu, sedangkan kamu tidak melihat-Nya.’ Tidak selang berapa lama, ayahku pun mendatangiku dengan membawa apa yang kuminta seraya berkata, ‘Ni, Allah telah mengirim kepadamu apa yang tadi kamu minta .’

Dulu juga jika aku meminta sesuatu kepada Allah dan tidak aku dapatkan, maka aku pun segera mengadu kepada ayahku, ‘Sesungguhnya aku telah meminta ini dan itu kepada Allah, tapi kok Allah tidak memberiku, yah?’ Ayah pun segera menjawab, ‘Ini tidak mungkin terjadi kecuali juka kamu sendiri yang bikin Allah murka. Ya mungkin kamu sudah berlaku sembrono dalam ibadahmu, atau kamu terlambat shalat, atau mungkin kamu sudah menggunjing seseorang? Maka bertaubatlah dan minta ampunlah kepada Allah, pasti Dia akan memberikan semua permintaanmu.’ Aku pun segera menlakukan wasiat ayahku, maka semua keinginanku pun dapat terwujud.”

Lihatlah, bagaimana pendidikan aqidah yang diberikan Syaikh Ahmad kepada anaknya ini. Pendidikan mana lagi yang lebih mulia dari penanaman ‘aqidah yang kuat pada diri seorang anak. Bukankah melukis di batu itu sulit namun hasilnya akan lebih kekal? Demikian juga dengan diri seorang anak. Seorang anak kecil itu bagaikan gelas kaca yang masih kosong. Ia tergantung dengan siapa yang pertama kali mengisinya. Pendidikan yang seperti inilah yang akan menanamkan rasa cinta yang tinggi kepada Allah, bersandar hanya kepada kepada-Nya, meminta hanya kepada-Nya semata bahkan hal-hal yang kecil sekalipun. Inilah pendidikan tauhid yang pernah dipraktekkan Rasulullah kepada keponakannya, Ibnu ‘Abbas, yang ketika itu usianya masih kanak-kanak, “Jika kamu meminta pertolongan, mintalah (pertolongan) kepada Allah.”
Potret lain dari pendidikan yang diberikan Syaikh Ahmad kepada keluarganya adalah beliau selalu menegur dan memperingati bagi siapa saja yang menyia-nyiakan waktunya dengan bermain-main dan berbagai hal yang dapat melalaikan termasuk alat-alat music dan nyanyian. Semua ini dilakukan Syaikh Ahmad karena bentuk rasa sayangnya terhadap keluarganya. Karena melarang tidak selamanya bermakna benci. Tidak seperti anggapan sementara sebagian orang dalam mengekspresikan rasa cintanya kepada keluarganya. Mereka kira dengan membiarkan semua gerak-gerik dan tingkah laku keluarganya itulah yang disebut cinta. Padahal boleh jadi prilaku-prilaku itu mengundang murka Allah ‘Azza wa Jalla.  Akan tetapi berbeda dengan Syaikh Ahmad, ia menyadari bahwa seorang ayah kelak akan dimintai pertanggungjawaban di depan pengadilan Rabbul ‘alamin. Maka dengan segenap kemampuannya, Syaikh Ahmad menganjurkan kepada semua keluarganya untuk menjauhi semua hal-hal yang tidak bermanfaat dan mencukupkan diri dengan sesuatu yang bermanfaat saja. Tidakkah Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari neraka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas tanggungannya.” Sampai sabda beliau, “Dan laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, maka ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya.”

E. Karir Syaikh Ahmad di Makkah
Kealiman Syaikh Ahmad dibuktikan dengan dilangkatnya beliau menjadi imam dan khathib sekaligus staf pengajar di Masjid Al Haram. Jabatan sebagai imam dan khathib bukanlah jabatan yang mudah diperoleh. Jabatan ini hanya diperuntukkan orang-orang yang memiliki keilmuan yang tinggi.
Mengenai sebab pengangkatan Syaikh Ahmad Al Khathib menjadi imam dan khathib, ada dua riwayat yang nampaknya saling bertentangan. Riwayat pertama dibawakan oleh ‘Umar ‘Abdul Jabbar dalam kamus tarajimnya, Siyar wa Tarajim (hal. 39). ‘Umar ‘Abdul Jabbar mencatat bahwa jabatan imam dan khathib itu diperoleh Syaikh Ahmad berkat permintaan Shalih Al Kurdi, sang mertua, kepada Syarif ‘Aunur Rafiq agar berkenan mengangkat Syaikh Ahmad menjadi imam & khathib. Sedangkan riwayat kedua dibawakan oleh Hamka rahimahullah dalam Ayahku, Riwayat Hidup Dr. ‘Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera yang kemudian dinukil oleh Dr. Akhria Nazwar dan Dadang A. Dahlan. Ustadz Hamka menyebutkan cerita ‘Abdul Hamid bin Ahmad Al Khathib, suatu ketika dalam sebuah shalat berjama’ah yang diimami langsung Syarif ‘Aunur Rafiq. Di tengah shalat, ternyata ada bacaan imam yang salah, mengetahui itu Syaikh Ahmad pun, yang ketika itu juga menjadi makmum, dengan beraninya membetulkan bacaan imam. Setelah usai shalat, Syarif ‘Aunur Rafiq bertanya siapa gerangan yang telah membenarkan bacaannya tadi. Lalu ditunjukkannya Syaikh Ahmad yang tak lain adalah menantu sahabat karibnya, Shalih Al Kurdi, yang terkenal dengan keshalihan dan kecerdasannya itu. Akhirnya Syarif ‘Aunur Rafiq mengangkat Syaikh Ahmad sebagai imam dan khathib Masjid Al Haram untuk madzhab Syafi’i.

F. Sekelumit Aktifitas Keseharian Syaikh Ahmad Al Khathib
Keseharian para ulama memang sangat menakjubkan. Di setiap aktifitasnya selalu bernilai ibadah, sebagaimana kata pepatah Arab,‘adatul ‘abdid ‘ibadah wa ‘ibadatul ghafil ‘adah (kebiasaannya ahli ibadah itu bernilai ibadah sementara ibadahnya orang lalai itu hanya bernilai kebiasaan saja). Mereka sangat mahir dalam membagi waktu dan sangat berhati-hati dalam menggunakan waktunya. Meski mereka memiliki aktifitas mengajar, akan tetapi tidak lantas melupakan hak keluarganya. Mereka tahu kapan harus bercengkrama dengan keluarga dan kapan harus pergi mengajar para muridnya. Demikianlah yang terjadi pada diri seorang Syaikh Ahmad rahimahullah.
Berhubungan dengan aktifitas keseharian Syaikh Ahmad, sebaiknya kita dengar langsung saja penuturan Syaikh ‘Umar ‘Abdul Jabbar yang memang hidup sezaman, “(Setelah mengajar para santri di Masjid Al Haram), beliau pulang ke rumah untuk sarapan pagi dan berbaring (tidur-tiduran atau dalam bahasa jawa klekaran) sejenak, lalu kembali bermudzakarah sampai datang waktu zhuhur. Pergilah beliau ke masjid untuk menunaikan shalat zhuhur secara berjama’ah. (Usai shalat jama’ah), beliau pulang ke rumah untuk menyampaikan dua mata pelajar an kepada murid-muridnya, lalu makan siang dan tidur siang sesaat. Lalu beliau pergi ke masjid untuk menunaikan shalat ‘Ashar secara berjama’ah, pulang ke rumah menyampaikan satu pelajaran kepada para santri, kemudian mengulangi (mudzakarah) pelajaran-pelajarannya hingga datang maghrib. Beliau pun pergi ke masjid untuk shalat berjama’ah dan menyampaikan satu pelajaran berupa nasehat dan arahan sampai datang ‘Isya.
Setelah shalat, beliau pulang ke rumah untuk makan malam dan bercengkrama dengan keluarganya lalu tidur sedini mungkin. Ia bangun tidur pada sepertiga malam terakhir dan menyibukkan diri dengan menulis sampai dekat waktu fajar, lalu pergi ke masjid. Ia pun memulai aktifitasnya seperti biasanya. Demikianlah beliau menghabiskan hidupnya dalam ketaatan kepada Allah dan menyebarkan agama-Nya.”  [Siyar wa Tarajim (hal. 40)]

G.    Akhlak Syaikh Ahmad Al Khathib
Syaikh Ahmad Al Khathib dikenal ditengah masyarakat dengan baik hatinya, mulia akhlaknya, lurus niatnya, tidak suka menjilat (cari muka), dan amat murka dengan orang-orang yang sombong, dan lapang dadfa.
Itulah akhlak seorang ulama yang benar-benar mengamalkan ilmunya. Meski kedudukannya tinggi, namun beliau tidak sombong. Justru dengan kedudukannya yang tinggi itu, beliau manfaatkan untuk mengajarkan kepada manusia nilai-nilai positif. Maka tidak heran apabila nama beliau harum di kalangan manusia dan bahkan berkat akhlak mulianya itu dapat mengundang ratusan santri dari berbagai kalangan untuk belajar kepadanya.

H.    Wafatnya Syaikh Ahmad
Pada tanggal 9 Jumadil Ula tahun 1334 H, Allah ‘memanggil’ Syaikh Ahmad ke hadhirat-Nya setelah sekian lama hidup di dunia yang fana ini. Ya, jatah beliau tinggal di dunia ini telah habis setelah mencetak kader-kader yang hingga detik ini masih disebut-sebut. Jasad beliau memang sudah tiada, namun kehadirannya seakan-akan masih bisa dirasakan karena keilmuan dan peninggalan-peninggalannya berupa murid-muridnya yang terus memperjuangkan misi-misinya dan terutama karya-karya ilmiahnya yang masih terus dibaca hingga hari ini. Rahimahullah wa askanahu fasiha jannatih.

I.       Karya Tulis Syaikh Ahmad
Karya-karya tulis Syaikh Ahmad dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu karya-karya yang berbahasa Arab dan karya-karya yang berbahasa Melayu dengan tulisan Arab. Kebanyakan karya-karya itu mengangkat tema-tema kekinian terutama menjelaskan kemurnian Islam dan merobohkan kekeliruan tarekat, bid’ah, takhayul, khurafat, dan adat-adat yang bersebrangan dengan Al Quran & Sunnah.

Karya-karya Syaikh Ahmad dalam bahasab ’Arab:
1.            Hasyiyah An Nafahat ‘ala Syarhil Waraqat lil Mahalli
2.            Al Jawahirun Naqiyyah fil A’malil Jaibiyyah
3.            Ad Da’il Masmu’ ‘ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Ma’a Wujudil Ushul wal Furu’
4.            Raudhatul Hussab
5.            Mu’inul Jaiz fi Tahqiq Ma’nal Jaiz
6.            As Suyuf wal Khanajir ‘ala Riqab Man Yad’u lil Kafir
7.            Al Qaulul Mufid ‘ala Mathla’is Sa’id
8.            An Natijah Al Mardhiyyah fi Tahqiqis Sanah Asy Syamsiyyah wal Qamariyyah
9.            Ad Durratul Bahiyyah fi Kaifiyah Zakati Azd Dzurratil Habasyiyyah
10.          Fathul Khabir fi Basmalatit Tafsir
11.          Al ‘Umad fi Man’il Qashr fi Masafah Jiddah
12.          Kasyfur Ran fi Hukmi Wadh’il Yad Ma’a Tathawuliz Zaman
13.          Hallul ‘Uqdah fi Tashhihil ‘Umdah
14.          Izhhar Zaghalil Kadzibin fi Tasyabbuhihim bish Shadiqin
15.          Kasyful ‘Ain fi Istiqlal Kulli Man Qawal Jabhah wal ‘Ain
16.          As Saifu Al Battar fi Mahq Kalimati Ba’dhil Aghrar
17.          Al Mawa’izh Al Hasanah Liman Yarghab minal ‘Amal Ahsanah
18.          Raf’ul Ilbas ‘an Hukmil Anwat Al Muta’amil Biha Bainan Nas
19.          Iqna’un Nufus bi Ilhaqil Anwat bi ‘Amalatil Fulus
20.          Tanbihul Ghafil bi Suluk Thariqatil Awail fima Yata’allaq bi Thariqah An Naqsyabandiyyah
21.          Al Qaulul Mushaddaq bi Ilhaqil Walad bil Muthlaq
22.          Tanbihul Anam fir Radd ‘ala Risalah Kaffil ‘Awwam, sebuah kitab bantahan untuk risalah Kafful ‘Awwam fi Khaudh fi Syirkatil Islam karya Ustadz Muhammad Hasyim bin Asy’ari yang melarang kaum muslimin untuk nimbrung di Sarekat Islam (SI)
23.          Hasyiyah Fathul Jawwad dalam 5 jilid
24.          Fatawa Al Khathib ‘ala Ma Warada ‘Alaih minal Asilah
25.          Al Qaulul Hashif fi Tarjamah Ahmad Khathib bin ‘Abdil Lathif

Adapun yang berbahasa Melayu adalah:
26.          Mu’allimul Hussab fi ‘Ilmil Hisab
27.          Ar Riyadh Al Wardiyyah fi [Ushulit Tauhid wa] Al Fiqh Asy Syafi’i
28.          Al Manhajul Masyru’ fil Mawarits
29.          Dhaus Siraj Pada Menyatakan Cerita Isra’ dan Mi’raj
30.          Shulhul Jama’atain fi Jawaz Ta’addudil Jumu’atain
31.          Al Jawahir Al Faridah fil Ajwibah Al Mufidah
32.          Fathul Mubin Liman Salaka Thariqil Washilin
33.          Al Aqwal Al Wadhihat fi Hukm Man ‘Alaih Qadhaish Shalawat
34.          Husnud Difa’ fin Nahy ‘anil Ibtida’
35.          Ash Sharim Al Mufri li Wasawis Kulli Kadzib Muftari
36.          Maslakur Raghibin fi Thariqah Sayyidil Mursalin
37.          Izhhar Zughalil Kadzibin
38.          Al Ayat Al Bayyinat fi Raf’il Khurafat
39.          Al Jawi fin Nahw
40.          Sulamun Nahw
41.          Al Khuthathul Mardhiyyah fi Hukm Talaffuzh bin Niyyah
42.          Asy Syumus Al Lami’ah fir Rad ‘ala Ahlil Maratib As Sab’ah
43.          Sallul Hussam li Qath’i Thuruf Tanbihil Anam
44.          Al Bahjah fil A’malil Jaibiyyah
45.          Irsyadul Hayara fi Izalah Syubahin Nashara
46.          Fatawa Al Khathib dalam versi bahasa Melayu

J.       Murid-Murid Syaikh Ahmad Rahimahullah
Mengenai murid-murid Syaikh Ahmad rahimahullah, Siradjuddin ‘Abbas berkata, “Sebagaimana dikatakan di atas bahwa hamper ulama Syafi’I yang kemudian mengembangkan ilmu agama di Indonesia, seperti Syeikh Sulaiman Ar Rasuli, Syeikh Muhd. Jamil Jaho, Syeikh ‘Abbas Qadhli, Syeikh Musthafa Purba Baru, Syaikh Hasan Ma’shum Medan Deli dan banyak lagi ulama-ulama Indonesia pada tahun-tahun abad XIV adalah murid dari Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau ini.” [Thabaqatus Syafi’iyah (hal. 406)]
Ucapan senada juga dinyatakan penulis Ensiklopedi Ulama Nusantara di banyak tempat.Bahkan Dr. Kareel A. Steenbrink membuat satu pasal dalam Beberapa Aspek:Guru untuk Generasi Pertama Kau Muda. Namun demikian, tidak salah kiranya kita sebutkan di sini beberapa murid-muridnya yang menonjol, baik secara keilmuan maupun dakwah yang mereka lancarkan, di antaranya adalah:

1.            Syaikh ‘Abdul Karim bin Amrullah rahimahullah –ayah Ustadz Hamka-. Seorang ulama kharismatik yang memiliki pengaruh kuat di ranah Minang dan Indonesia. Di antara karya tulisnya adalah Al Qaulush Shahih yang membicarakan tentang nabi terakhir dan membantah paham adanya nabi baru setelah Nabi Muhammad terutama pengikut Mirza Ghulam Ahmad Al Qadiyani.
2.            Muhammad Darwis alias Ustadz Ahmad Dahlan bin Abu Bakar bin Sulaiman rahimahullah –pendiri Jam’iyyah Muhammadiyyah-.
3.            Ustadz Muhammad Hasyim bin Asy’ari Al Jumbangi rahimahullah –salah satu pendiri Jam’iyyah Nahdlatul ‘Ulama-.
4.            Ustadz ‘Abdul Halim Majalengka rahimahullah–pendiri Jam’iyyah I’anatul Mubta’allimin yang bekerja sama dengan Jam’iyyah Khairiyyah dan Al Irsyad
5.            Syaikh ‘Abdurrahman Shiddiq bin Muhammad ‘Afif Al Banjari rahimahullah –mufti Kerajaan Indragiri-.
6.            Muhammad Thaib ‘Umar
7.            Dan lain-lain.

K.     Usaha (Juhud) Syaikh Ahmad dalam Memurnikan Ajaran Islam di Nusantara Khususnya dan Dunia Islam Umumnya

Usaha yang dilancarkan Syaikh Ahmad dalam memurnikan ajaran Islam dari perkara-perkara bid’ah yang menyesatkan namun tidak disadari di Nusantara diekspresikan melalui murid-murid dan karya-karyanya.
Adapun melalui karya-karyanya, Syaikh Ahmad sangat gigih dan keras tanpa kompromi sediktpun dalam memberantas bid’ah, khurafat, tarikat, ajaran menyimpang dan adat yang bertolak belakang dengan syariat. Dalam masalah tarekat, misalnya, Syaikh Ahmad menulis minimal tiga kitab rudud (bantahan), yaitu, Izhhar Zaughalil Kadzibin fi Tasyabbuhihim bish Shadiqin yang kemudian ditranslit ke dalam tulisan latin oleh A. Arief dengan judul Thariqat Naqasyabandiyah, As Saiful Battar fi Mahq Kalimat Ba’dhil Aghrar , dan Al Ayat Al Bayyinat fi Raf’il Khurafat. Bahasan dalam kitab-kitab ini mengacu kepada kitab Al Ba’its fi Inkaril Bida’ wal Hawadits karya Imam Abu Syamah rahimahullah. Menurut Ustadz Hamka, sebagaimana yang dikutib Ustadz Armen Halim Narorahimahullah dalam salah satu kajiannya, metode bantahan kitab ini –Al Izhhar- persis dengan bantahan yang diberikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah terhadap orang-orang menyimpang di zamannya. Melalui karya-karya ini pula Syaikh Ahmad membantah pandangan Syaikh Muhammad Sa’ad Mungka dan Syaikh Ali Khathib yang gigih mempertahankan tharikat Naqsyabandiyyah.
Sebenarnya melalui judul-judul kitab-kitab Syaikh Ahmad saja kita sudah faham kurang lebihnya bahasan yang disajikan dalam masing-masing kitab trsebut. Misalnya kitab Husnud Difa’ fin Nahy ‘anil Ibtida’ yang berarti pembelaan yang baik tentang larangan melakukan bid’ah, dapat diasumsikan bahasan dalam kitab ini banyak berbicara masalah bid’ah dan khurafat di tengah masyarakat. Ini menunjukkan bahwa usaha Syaikh Ahmad benar-benar sangat berarti dalam pemurniat Islam di negerinya.

Dalam masalah adat yang menyimpang terutama dalam masalah waris dan harta pusaka, Syaikh Ahmad menulis Ad Da’il Mamu’dan Al Manhajul Masyru’. Kedua buku ini dicetak dalam satu jilid dengan Ad Da’il Masmu’ dicetak dipinggiran Al Manhajul Masyru’.
Tidak hanya sapai di situ perjuangan Syaikh Ahmad dalam membersihkan noda-noda keyakinan umat Islam, beliau juga membantah  syubhat-syubhat yang dihembuskan Belanda terutama mempertanyakan keabsahan terjadinya isra’ dan mi’raj di tengah kaum muslimin di Indonesia. Beliau kemudian membantah syubhat-syubhat dalam bukunya, Dha’us Siraj Pada Menyatakan Isra’ dan Mi’raj yang terbit tahun 1312 H. Berikutnya, beliau juga menulis Irsyadul Hayara fi Radd Syubahin Nashara.

Ada kitab Ar Riyadhul Wardiyyah fil Ushul wal Furu’ yang beliau tulis dalam bahasa Melayu huruf ‘Arab, membicarakan masalah dasar-dasar aqidah-tauhid dan fiqih syafi’I praktis supaya menjadi pegangan orang-orang yang balu belajar dan ‘awwam dari kalangan kaum muslimin. Kitab ini sudah dicetak berulang kali. Allahua’lam.[]


Dirgahayu RI ke 68



PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO



Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut



Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh



(1948)



Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954



Kenapa Indonesia Harus Peduli Pada Umat Islam Timur Tengah & Mesir?


Ustadz Fahmi Salim MA menjelaskan, pada tahun 1945 saat Indonesia dalam proses menjadi negara berdaulat, masyarakat dan umat Islam Timur Tengah turut memberikan dukungannya.

Mereka, kata Wasekjen Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini, melakukan demo dan turun ke jalan-jalan utama di negaranya masing-masing dalam rangka memberikan supportnya untuk kaum muslimin di Indonesia.

“Di jalan-jalan terjadi demonstrasi-demonstrasi dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah,” ujarnya kepada voa-islam.com pada Jum’at (16/8/2013) pagi.

...Di jalan-jalan terjadi demonstrasi-demonstrasi dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah...

Ketika terjadi serangan Inggris atas Surabaya tanggal 10 November 1945 yang menewaskan ribuan penduduk Surabaya, demonstrasi anti Belanda-Inggris pun merebak di Timur Tengah khususnya Mesir.

“Shalat Ghaib dilakukan oleh masyarakat di lapangan-lapangan dan masjid-masjid di Timur Tengah untuk mendoakan para syuhada yang gugur dalam pertempuran yang sangat dahsyat itu,” ujarnya.

“Yang paling mencolok dari gerakan massa internasional adalah ketika momentum Pasca Agresi Militer Belanda ke-1, 21 Juli 1947, pada 9 Agustus,” imbuhnya.

Pengurus Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini menambahkan, saat kapal “Volendam” milik Belanda pengangkut serdadu dan senjata telah sampai di Port Said, ribuan penduduk dan buruh pelabuhan Mesir yang dimotori gerakan Ikhwanul Muslimin (persaudaraan kaum muslimin) berkumpul di pelabuhan itu.

...Mereka (masyarakat Timur Tengah termasuk Mesir -red) menggunakan puluhan motor boat dengan bendera merah putih -tanda solidaritas-...

“Mereka menggunakan puluhan motor boat dengan bendera merah putih -tanda solidaritas- berkeliaran di permukaan air guna mengejar dan menghalau blokade terhadap motor-motor boat perusahaan asing yang ingin menyuplai air dan makanan untuk kapal “Volendam” milik Belanda yang berupaya melewati Terusan Suez, hingga kembali ke pelabuhan,” ungkapnya.

“Kemudian motor boat besar pengangkut logistik untuk “Volendam” bergerak dengan dijaga oleh 20 orang polisi bersenjata beserta Mr. Blackfield, Konsul Honorer Belanda asal Inggris, dan Direktur perusahaan pengurus kapal Belanda di pelabuhan. Namun hal itu tidak menyurutkan perlawanan para buruh Mesir,” lanjutnya.

Akhirnya, kata alumni terbaik universitas Al-Azhar Kairo ini, sebagaimana dilaporkan wartawan 'Al-Balagh' pada 10 Agustsu 1947, rakyat Mesir berhasil menaiki kapal “Volendam” dan mengalihkannya ke jalur lain.

...Mudah-mudahan masyarakat Indonesia tidak lagi berkomentar ‘Ngapain ngurus Negara lain’?!...

“Motor-motor boat yang penuh buruh Mesir itu mengejar motor boat besar itu dan sebagian mereka dapat naik ke atas deknya. Mereka menyerang kamar stirman, menarik keluar petugas-petugasnya, dan membelokkan motor boat besar itu kejurusan lain,” tuturnya.

Dengan penjelasan ini, jelas ustadz Fahmi, tidak ada lagi masyarakat Indonesia yang sampai berucap, “Kenapa kita harus capek-capek membantu dan peduli dengan Negara lain?”. Sebab, saat Indonesia sedang terjajah, masyarakat Timur Tengah juga peduli dan membantu.

“Mudah-mudahan masyarakat Indonesia tidak lagi berkomentar ‘Ngapain ngurus Negara lain’?!,” pungkasnya.

 [Khalid Khalifah]

Kisah 100 Rupiah

Uang logam bergambar gunung wayang atau rumah gadang  itu selalu dicari ketika badan meriang karena masuk angin. Kebiasaan nonton bola sampai dini hari membuat angin begitu ramah menjamah. Istri pun ikut sibuk mencari-cari koin langka tersebut. Nilai finansialnya yang tak berarti tidak menurunkan manfaatnya sebagai alat bantu mengusir angin. Mudah dan praktis. Tinggal bertelanjang dengan menyisakan celana pendek saja. Tidak berapa lama istri pun sudah siap menggarap punggung suaminya. Sayang, goresan merah di punggung tidak bisa terlihat karena badan telungkup di kasur busa yang tergeletak di depan TV. Belum lagi istri menduduki pantat ini. Tidak bisa berkutik sama sekali. Sama seperti tidak berkutiknya uang 100 rupiah. Secara finansial, koin ini tidak berharga. Bukankah sekarang tidak ada lagi barang berharga 100 Rupiah saja?

Sepasang anak- satu bogel satu dan satunya tinggi kurus- bergegas pergi jam enam pagi. Pasangan bersaudara yang berbeda dua tahun tersebut mirip Arnold Schwarzenegger dan Danny DeVito pada film Twins yang baru dirilis tiga tahun kemudian. Seragamnya menunjukkan dua anak kampung itu murid SMA. Di saku celana abu-abunya masing-masing tersimpan uang logam 100 rupiah.  Setiap pagi kedua anak itu selalu harus memutuskan bagaimana cara membelanjakan uang pemberian ayah tercinta. Jika mau menambah jatah jajan di sekolah maka harus rela berjalan kaki sejauh tiga kilometer.

Keputusan yang paling sering diambil adalah melupakan naik angkot. Toh percuma juga naik mobil angkot- ketika itu kami menyebutnya pikeup- karena jalan yang dilalui angkot berjarak setengah dari jarak rumah ke sekolah. Begitulah nasib anak sekolah yang rumahnya hanya dilewati jalan desa saja.

Kedua cowok culun itu adalah siswa kelas 1 dan 3 di SMA pada tahun 1983. Sekolahnya adalah SMA negeri satu-satunya di kota ketika itu, kini jadi SMAN 1 Majalengka. Ada cerita lucu- sebenarnya memalukan sih- ketika si Bogel  tidak mau sekolah seminggu. Gara-garanya sepele, tidak mau memakai celana panjang. Rasanya aneh jika dengan tinggi badan kurang dari satu setengah meter harus seperti orang dewasa yang bercelana panjang. Apalagi celana panjang itu terlihat licin dan lancip di ujung depannya. Lancip gara-gara digosok pakai setrika arang.

Sampai saat ini saya juga heran sendiri, kok alasan si Bogel kecil itu sungguh memalukan dan terkesan kampungan. Tapi, memang benar-benar orang kampung kok. Moda transportasi di depan rumahnya aja cuma becak dan delman. Masih beruntung orang yang punya sepeda kumbang. Batu-batu kecil seukuran kepalan tangan bayi pun masih berserakan di jalan tak beraspal. Tidak heran jika belum ada trayek angkutan kota, bahkan sampai saat ini pun tetap begitu. Bedanya, sekarang jalan itu sudah beraspal.

Dengan berjalan kaki, kami menghemat uang transport sebesar 50 Rupiah. Itu harga yang harus diberikan ke kenek jika naik angkot pulang-pergi. Padahal cuma bergelantungan di belakang angkot kurang dari 10 menit saja. Dengan penghematan tersebut kami bisa jajan lebih banyak atau menabung. Es gula cakar seharga 25 Rupiah di warung menjadi pengusir dahaga sesampainya di sekolah. Warung itu persis di seberang gerbang sekolah.

Gula cakar adalah gula yang terbuat dari tetes tebu. Bentuk gulanya seperti kue berbentuk kotak seukuran 4 cm kubik. Warnanya merah muda menyala. Cukup dengan diguyur air dingin, gula cakar itu mudah mencair di dalam gelas yang kami sebut dengan gelas sirop. Dengan ditambah sebongkah es batu, minuman segar nan sederhana dan murah itu pun langsung habis dengan dua kali tegukan.

Ketika lonceng berbunyi, anggaran pun tersisa 75 Rupiah. Uang di genggaman pun menjadi dua keping yang jauh lebih kecil, satu koin 50 Rupiah dan satunya lagi 25 Rupiah.  Kadang kami memperoleh uang kembalian yang lebih kecil, 10 dan 5 Rupiah

Lonceng tanda istirahat pun berdentang nyaring. Selepas bersenda gurau di kelas, biasanya kami langsung memanfaatkan anggaran rutin harian yang kini tersisa 75 Rupiah. Tidak banyak pilihan jajanan dengan uang sebesar itu. Kami pun memilih makanan favorit yang murah meriah, bakwan goreng. Makanan sejuta umat kala itu terbuat dari adonan terigu cair yang dicampur cacahan sayur kol. Cetakannya pun memanfaatkan sendok sayur. Tidak heran bentuk bakwannya pun seperti sorabi, tapi dengan ukuran lebih kecil.

Kami hanya menyantap satu bakwan seharga 25 rupiah. Bakwan kecil itu pun diletakkan piring kecil yang disebut pisin. Setelah bakwannya dicabik-cabik dengan sendok garpu kecil, saus tomat dicampur cacahan cabe rawit pun diguyurkan ke atas bakwan. Potongan-potongan kecil bakwan itu pun segera dilahap. Terasa nikmat, namun begitu cepat tersantapnya.  Es gula cakar kembali menjadi minuman penghilang pedas dan dahaga. 50 Rupiah pun habis dibelanjakan saat istirahat.

Uang di tangan pun tinggal 25 rupiah. Ada dua pilihan untuk memanfaatkannya. Pulang dengan angkot, kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki 1,5 km. Atau, jalan kaki dari sekolah sampai rumah sejauh 3 km. Keputusan yang paling sering diambil adalah berjalan kaki saja. Sisa uang pun bisa kami tabung. Jadi, kami jarang menabung dengan koin 100 Rupiah. Dua keping 100 Rupiah yang tergeletak begitu saja di meja bapak pun cuma dilirik saja. Bukan apa-apa, jika koin itu dimasukkan ke celengan, nanti bapak kami tidak bisa mencabut jenggotnya.



Rahasia 17 Agustus 1945


Tujuh belas Agustus merupakan hari besar kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut, 64 tahun yang lalu merupakan hari paling bersejarah negeri ini karena di hari itulah merupakan awal dari kebangkitan rakyat Indonesia dalam melawan penjajahan sekaligus penanda awalnya revolusi. Namun, ada beberapa hal menarik seputar hari kemerdekaan negeri kita tercinta ini yang sayang jika belum Anda ketahui.

1. Soekarno Sakit Saat Proklamirkan Kemerdekaan
Pada 17 Agustus 1945 pukul 08.00 (2 jam sblm pembacaan teks Proklamasi), ternyata Bung Karno masih tidur nyenyak di kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Dia terkena gejala malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Saat itu, tepat di tengah2 bulan puasa Ramadhan.

“Pating greges”, keluh Bung Karno setelah dibangunkan dr Soeharto, dokter kesayangannya. Kemudian darahnya dialiri chinineurethan intramusculair dan menenggak pil brom chinine. Lalu ia tidur lagi. Pukul 09.00, Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta.
Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah. “Demikianlah Saudara-saudara! Kita sekalian telah merdeka!”, ujar Bung Karno di hadapan segelintir patriot-patriot sejati. Mereka lalu menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Setelah upacara yang singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya; masih meriang. Tapi sebuah revolusi telah dimulai…

2. Upacara Proklamasi Kemerdekaan Dibuat Sangat Sederhana
Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ternyata berlangsung tanpa protokol, tak ada korps musik, tak ada konduktor, dan tak ada pancaragam. Tiang bendera pun dibuat dari batang bambu secara kasar, serta ditanam hanya beberapa menit menjelang upacara. Tetapi itulah, kenyataan yang yang terjadi pada sebuah upacara sakral yang dinanti-nanti selama lebih dari 300 tahun!

3. Bendera dari Seprai
Bendera Pusaka Sang Merah Putih adalah bendera resmi pertama bagi RI. Tetapi dari apakah bendera sakral itu dibuat? Warna putihnya dari kain sprei tempat tidur dan warna merahnya dari kain tukang soto!

4. Akbar Tanjung Jadi Menteri Pertama “Orang Indonesia Asli”
Setelah merdeka 43 tahun, Indonesia baru memiliki seorang menteri pertama yang benar-benar “orang Indonesia asli”. Karena semua menteri sebelumnya lahir sebelum 17 Agustus 1945. Itu berarti, mereka pernah menjadi warga Hindia Belanda dan atau pendudukan Jepang, sebab negara hukum Republik Indonesia memang belum ada saat itu. “Orang Indonesia asli” pertama yang menjadi menteri adalah Ir Akbar Tanjung (lahir di Sibolga, Sumatera Utara, 30 Agustus 1945), sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga pada Kabinet Pembangunan (1988-1993).

5. Kalimantan Dipimpin 3 Kepala Negara
Menurut Proklamasi 17 Agustus 1945, Kalimantan adalah bagian integral wilayah hukum Indonesia. Kenyataannya, pulau tersebut paling unik di dunia. Di pulau tersebut, ada 3 kepala negara yang memerintah! Presiden Soeharto (memerintah 4 wilayah provinsi), PM Mahathir Mohamad (Sabah dan Serawak) serta Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei).

6. Setting Revolusi di Indonesia Diangkat Ke Film
Ada lagi hubungan erat antara 17 Agustus dan Hollywood. Judul pidato 17 Agustus 1964, “Tahun Vivere Perilocoso” (Tahun yang Penuh Bahaya), telah dijadikan judul sebuah film – dalam bahasa Inggris; “The Year of Living Dangerously”. Film tersebut menceritakan pegalaman seorang wartawan Australia yg ditugaskan di Indonesia pada 1960-an, pada detik2 menjelang peristiwa berdarah th 1965. Pada 1984, film yang dibintangi Mel Gibson itu mendapat Oscar untuk kategori film asing!

7. Naskah Asli Proklamasi Ditemukan di Tempat Sampah
Naskah asli teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ditulis tangan oleh Bung Karno dan didikte oleh Bung Hatta, ternyata tidak pernah dimiliki dan disimpan oleh Pemerintah! Anehnya, naskah historis tersebut justru disimpan dengan baik oleh wartawan BM Diah. Diah menemukan draft proklamasi itu di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dan diketik oleh Sajuti Melik.Pada 29 Mei 1992, Diah menyerahkan draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.

8. Soekarno Memandikan Penumpang Pesawat dengan Air Seni
Rasa-rasanya di dunia ini, hanya the founding fathers Indonesia yang pernah mandi air seni. Saat pulang dari Dalat (Cipanasnya Saigon), Vietnam, 13 Agustus 1945, Soekarno bersama Bung Hatta, dr Radjiman Wedyodiningrat dan dr Soeharto (dokter pribadi Bung Karno) menumpang pesawat fighter bomber bermotor ganda. Dalam perjalanan, Soekarno ingin sekali buang air kecil, tetapi tak ada tempat. Setelah dipikir, dicari jalan keluarnya untuk hasrat yang tak tertahan itu. Melihat lubang-lubang kecil di dinding pesawat, di situlah Bung Karno melepaskan hajat kecilnya. Karena angin begitu kencang sekali, bersemburlah air seni itu dan membasahi semua penumpang.

9. Negatif Film Foto Kemerdekaan Disimpan Di Bawah Pohon
Berkat kebohongan, peristiwa sakral Proklamasi 17 Agustus 1945 dapat didokumentasikan dan disaksikan oleh kita hingga kini. Saat tentara Jepang ingin merampas negatif foto yang mengabadikan peristiwa penting tersebut, Frans Mendoer, fotografer yang merekam detik-detik proklamasi, berbohong kepada mereka. Dia bilang tak punya negatif itu dan sudah diserahkan kepada Barisan Pelopor, sebuah gerakan perjuangan. Mendengar jawaban itu, Jepang pun marah besar. Padahal negatif film itu ditanam di bawah sebuah pohon di halaman Kantor harian Asia Raja. Setelah Jepang pergi, negatif itu diafdruk dan dipublikasi secara luas hingga bisa dinikmati sampai sekarang. Bagaimana kalau Mendoer bersikap jujur pada Jepang?

10. Bung Hatta Berbohong Demi Proklamasi
Kali ini, Bung Hatta yang berbohong demi proklamasi. Waktu masa revolusi, Bung Karno memerintahkan Bung Hatta untuk meminta bantuan senjata kepada Jawaharlal Nehru. Cara untuk pergi ke India pun dilakukan secara rahasia. Bung Hatta memakai paspor dengan nama “Abdullah, co-pilot”. Lalu beliau berangkat dengan pesawat yang dikemudikan Biju Patnaik, seorang industrialis yang kemudian menjadi menteri pada kabinet PM Morarji Desai. Bung Hatta diperlakukan sangat hormat oleh Nehru dan diajak bertemu Mahatma Gandhi.
Nehru adalah kawan lama Hatta sejak 1920-an dan Dandhi mengetahui perjuangan Hatta. Setelah pertemuan, Gandhi diberi tahu oleh Nehru bahwa “Abdullah” itu adalah Mohammad hatta. Apa reaksi Gandhi? Dia marah besar kepada Nehru, karena tidak diberi tahu yang sebenarnya.”You are a liar !” ujar tokoh kharismatik itu kepada Nehru.

11. Bendera Merah Putih dan Perayaan Tujuh Belasan Bukan di Indonesia Saja
Bendera Merah Putih dan perayaan tujuh belasan bukanlah monopoli Indonesia. Corak benderanya sama dengan corak bendera Kerajaan Monaco dan hari kemerdekaannya sama dengan hari proklamasi Republik Gabon (sebuah negara di Afrika Barat) yang merdeka 17 Agustus 1960. Selain itu, masih menjadi perdebatan apakah lagu Indonesia Raya benar-benar merp karya asli WR Supratman, ataukah ‘terinspirasi’ oleh lagu Perancis, “Les Marseilles”, yg memiliki nada2 yg sangat mirip.

12. Tidak Ada Nama Jalan Soekarno-Hatta
Jakarta, tempat diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia dan kota tempat Bung Karno dan Bung Hatta berjuang, tidak memberi imbalan yang cukup untuk mengenang co-proklamator Indonesia. Sampai detik ini, tidak ada “Jalan Soekarno-Hatta” di ibu kota Jakarta. Bahkan, nama mereka tidak pernah diabadikan untuk sebuah objek bangunan fasilitas umum apa pun sampai 1985, ketika sebuah bandara diresmikan dengan memakai nama mereka.

13. Gelar Proklamator Hanyalah Gelar Lisan
Gelar Proklamator untuk Bung Karno dan Bung Hatta, hanyalah gelar lisan yang diberikan rakyat Indonesia kepadanya selama 41 tahun! Sebab, baru 1986 Permerintah memberikan gelar proklamator secara resmi kepada mereka.

14. Indonesi Mungkin Saja Punya Lebih Dari Dua Proklamator
Kalau saja usul Bung Hatta diterima, tentu Indonesia punya “lebih dari dua” proklamator. Saat setelah konsep naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia rampung disusun di rumah Laksamana Maeda, Jl Imam Bonjol no 1, Jakarta, Bung Hatta mengusulkan semua yang hadir saat rapat dini hari itu ikut menandatangani teks proklamasi yang akan dibacakan pagi harinya.
Tetapi usul ditolak oleh Soekarni, seorang pemuda yang hadir. Rapat itu dihadiri Soekarno, Hatta dan calon proklamator yang gagal : Achmad Soebardjo, Soekarni dan Sajuti Melik. “Huh, diberi kesempatan membuat sejarah tidak mau”, gerutu Bung Hatta karena usulnya ditolak.

15. Jenderal Soedirman Tidak Pernah Duduki Jabatan Resmi
Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia Jenderal Soedirman, pada kenyatannya tidak pernah menduduki jabatan resmi di kabinet RI. Beliau tidak pernah menjadi KSAD, Pangab, bahkan menteri pertahanan sekalipun!