Senin kemarin saya sengaja mengistirahatkan driver yang
selama ini setia menemani saya. Setelah jadwal training yang begitu padat saya
khawatir ia jatuh sakit. Untuk memulihkan stamina, ia saya bebaskan mengantar
saya. Hari itu, saya menggunakan jasa taxi, "Burung Biru".
Begitu saya naik taxi sang driver menyapa dengan kata-kata yang lembut dan bahasa tubuh yang mengesankan. Semakin saya ajak ngobrol, saya semakin jatuh cinta dengan driver itu. Dalam hati saya bergumam, Pasti ada sesuatu di dalam diri driver ini sehingga pribadinya begitu mempesona. Saya ingin banyak belajar dengan driver ini.
Agar punya kesempatan yang lebih luas untuk ngobrol, driver ini saya ajak makan siang di salah satu restoran kesukaan saya di Bogor. Awalnya dia menolak, tetapi setelah saya paksa akhirnya ia bersedia menemani saya. Ketika saya tanya mau pesan apa, dia menjawab, Terserah bapak. Driver itu saya pesankan menu sama persis dengan pesanan saya: Sate kambing tanpa lemak dan sop kambing, masing-masing satu mangkok.
Sebelum makan saya bertanya, Tinggal dimana? Dia menjawab, Balaraja Tangerang. Berapa jam perjalanan ke pool? sambung saya. Diapun menjawab, Empat jam. Saya terkejut, Hah! Empat jam? Pergi pulang delapan jam. Kenapa gak nginep saja di pool? Dia segera menjawab, Saya harus menjaga ibu saya.
Menjaga ibu? batinku. Bagaimana mungkin menjaga ibu, sampai rumah jam 23.30 berangkat kerja jam 03.30 dini hari? Untuk mengurangi rasa penasaran, kemudian saya bertanya lagi, Bukannya sampai rumah ibu sudah tidur, berangkat ibu belum bangun?
Dengan agak terbata dia menjawab, Setiap saya berangkat ibu sudah bangun. Saya hanya ingin mencium tangan ibu setiap pagi sebelum berangkat kerja, sambil berdoa semoga saya bisa membahagiakan ibu. Jawaban itu menusuk sanubariku, hanya sekedar mencium tangan ibu dan mendoakannya ia rela menempuh perjalanan delapan jam setiap hari. Sayapun ke belakang sejenak menghapus air mata yang mengalir di pipi.
Kemudian saya bertanya lagi, Apa yang kamu lakukan untuk membahagiakan ibu? Dengan lembut ia menjawab, Saya sudah daftarkan umroh di kantor.
Maksudnya? seru saya. Ia menjawab, Kalau saya berprestasi dan tidak pernah mangkir kerja, saya berpeluang mendapat hadiah umroh dari kantor. Bila saya menang, hadiah umroh itu akan saya berikan kepada ibu tercinta.
Mendengar jawaban itu saya menarik napas panjang. Dengan nada agak bergetar ia melanjutkan, Setiap hari saya pulang agar bisa mencium tangan ibu dan mendoakannya agar ia bisa pergi umroh. Saya benar-benar ingin membahagiakan ibu saya. Mendengar jawaban itu, haru dan malu bercampur menjadi satu. Air matapun mengalir deras di pipiku. Malu karena pengorbananku untuk ibuku kalah jauh dengan driver taxi ini.
Begitu saya naik taxi sang driver menyapa dengan kata-kata yang lembut dan bahasa tubuh yang mengesankan. Semakin saya ajak ngobrol, saya semakin jatuh cinta dengan driver itu. Dalam hati saya bergumam, Pasti ada sesuatu di dalam diri driver ini sehingga pribadinya begitu mempesona. Saya ingin banyak belajar dengan driver ini.
Agar punya kesempatan yang lebih luas untuk ngobrol, driver ini saya ajak makan siang di salah satu restoran kesukaan saya di Bogor. Awalnya dia menolak, tetapi setelah saya paksa akhirnya ia bersedia menemani saya. Ketika saya tanya mau pesan apa, dia menjawab, Terserah bapak. Driver itu saya pesankan menu sama persis dengan pesanan saya: Sate kambing tanpa lemak dan sop kambing, masing-masing satu mangkok.
Sebelum makan saya bertanya, Tinggal dimana? Dia menjawab, Balaraja Tangerang. Berapa jam perjalanan ke pool? sambung saya. Diapun menjawab, Empat jam. Saya terkejut, Hah! Empat jam? Pergi pulang delapan jam. Kenapa gak nginep saja di pool? Dia segera menjawab, Saya harus menjaga ibu saya.
Menjaga ibu? batinku. Bagaimana mungkin menjaga ibu, sampai rumah jam 23.30 berangkat kerja jam 03.30 dini hari? Untuk mengurangi rasa penasaran, kemudian saya bertanya lagi, Bukannya sampai rumah ibu sudah tidur, berangkat ibu belum bangun?
Dengan agak terbata dia menjawab, Setiap saya berangkat ibu sudah bangun. Saya hanya ingin mencium tangan ibu setiap pagi sebelum berangkat kerja, sambil berdoa semoga saya bisa membahagiakan ibu. Jawaban itu menusuk sanubariku, hanya sekedar mencium tangan ibu dan mendoakannya ia rela menempuh perjalanan delapan jam setiap hari. Sayapun ke belakang sejenak menghapus air mata yang mengalir di pipi.
Kemudian saya bertanya lagi, Apa yang kamu lakukan untuk membahagiakan ibu? Dengan lembut ia menjawab, Saya sudah daftarkan umroh di kantor.
Maksudnya? seru saya. Ia menjawab, Kalau saya berprestasi dan tidak pernah mangkir kerja, saya berpeluang mendapat hadiah umroh dari kantor. Bila saya menang, hadiah umroh itu akan saya berikan kepada ibu tercinta.
Mendengar jawaban itu saya menarik napas panjang. Dengan nada agak bergetar ia melanjutkan, Setiap hari saya pulang agar bisa mencium tangan ibu dan mendoakannya agar ia bisa pergi umroh. Saya benar-benar ingin membahagiakan ibu saya. Mendengar jawaban itu, haru dan malu bercampur menjadi satu. Air matapun mengalir deras di pipiku. Malu karena pengorbananku untuk ibuku kalah jauh dengan driver taxi ini.